Natal dan Spirit Kemanusiaan Riyanto

Natal dan Spirit Kemanusiaan Riyanto

ILUSTRASI Natal dan Spirit Kemanusiaan Riyanto.-Maulana Pamuji Gusti-Harian Disway-

BACA JUGA:Catat! Ini Daftar Cuti Bersama Natal 2024

Spirit kebangsaan dan kemanusiaan yang diikrarkan Hadratussyaikh K.H. Hasyim Asya’ri ketika mendirikan Nadhlatul Ulama 31 Januari 1926 M (16 Rajab 1344 H). Gaya hidup hubbul wathan minal iman (cinta kepada tanah air sebagian dari iman) membuat setiap insan Nahdlatul Ulama memiliki semangat persaudaraan sesama anak bangsa (ukhuwah wathaniah). 

Dalam pengembangannya, semangat itu berkembang dengan persaudaraan sesama manusia (ukhuwah basyariyah). 

Dalam perspektif kristiani, spirit itu selaras dengan salah satu hukum kasih yang terdapat dalam Matius 22:39, ”Kasihilah sesamamu manusia seperti dirimu sendiri”. 

Pernyataan itu menunjukkan bahwa dalam kekristenan, menempatkan kasih kepada sesama manusia tanpa memandang latar belakang. 

Secara figuratif, hal itu dilukiskan dalam kisah orang Samaria yang baik hati (Lukas 10:25–37). Dalam peristiwa tersebut, Yesus memberikan perumpamaan tentang pertolongan yang diberikan orang Samaria yang dianggap kelompok marginal kepada korban perampokan. 

Berbeda dengan pemuka agama dan tokoh masyarakat yang tidak mau menolong, orang Samaria dianggap warga kelas dua. 

Dalam pelayanan Yesus selama tiga setengah tahun, pelayanan sosial menjadi salah satu orientasi yang dimiliki. Pada awal masa pelayanannya, Yesus melakukan mukjizat air menjadi anggur dalam sebuah pesta pernikahan. 

Demikian juga dengan mukjizat kesembuhan yang dilaksanakan. Yesus tidak memandang latar belakang seseorang dalam menolong.

Dari Riyanto, kita belajar bahwa cinta kasih antaranak bangsa dan manusia harus menjadi dasar interaksi yang dibangun antarumat beragama. Tanpa adanya itu, hubungan antarmanusia, termasuk kerukunan antarumat beragama, hanyalah formalitas. 

Cinta kasih yang tulus idealnya menjadi dasar dari semua gerakan kerukunan umat beragama dan moderasi beragama. 

Kedua gerakan itu hendaknya bukan sekadar formalitas dan hanya berkutat di tataran elite pemuka agama maupun pemerintah, tetapi mengakar dalam setiap aktivitas yang dilakukan umat beragama. 

Cinta kasih yang tulus akan menafikan persepsi, stigma, maupun sentimen negatif antarumat beragama. Bagi  sebagian komunitas kristiani, ”peristiwa Riyanto” membawa pengaruh yang signifikan bagi pemahaman terhadap Islam. 

Jika selama ini Islam diidentikkan dengan teroris dan penyebar ketakukan, itu berbalik 180 derajat. 

Di balik peristiwa itu, gambaran Islam yang rahmatan lil ’alamin (kehadirannya di tengah masyarakat mampu mewujudkan kedamaian dan kasih sayang bagi manusia maupun alam semesta) mengemuka di kalangan kristiani maupun umat beragama lain. 

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Sumber: