Transformasi Komunikasi Politik

Transformasi Komunikasi Politik

ILUSTRASI Transformasi Komunikasi Politik.-Maulana Pamuji Gusti-Harian Disway-

Lebih parahnya, metode pelibatan pemengaruh makin menjadikan topik itu kian besar, menenggelamkan suara masyarakat. Ketimpangan informasi semacam itu menjauhkan proses pengambilan kebijakan dari semangat partisipatif yang diusung Habermas. 

Di sisi lain, Pilkada Serentak 2024 menunjukkan bagaimana isu-isu lokal dapat memicu ketegangan politik. Para calon kepala daerah berlomba menampilkan citra diri terbaik, sedangkan media lokal dan digital berperan signifikan dalam membingkai isu. 

Dalam teori agenda setting, media memiliki kapasitas mengangkat suatu topik hingga menjadi perhatian utama publik. Bila framing tidak seimbang, kandidat tertentu bisa diuntungkan atau dirugikan. 

Konsep masyarakat berjejaring Castells meneropong rumitnya konstelasi itu, saat misinformasi dapat menyebar secara viral dan mengganggu proses demokrasi di tingkat lokal.

MELAJUNYA KOMUNIKASI DIGITAL 

Selain fenomena bagaimana pemanfaatan ruang digital oleh pemerintah, fenomena Indonesia Darurat yang ditandai dengan demonstrasi besar-besaran di Senayan adalah sebuah penanda penting 2024. 

Ketika suara otentik masyarakat menemukan momentum dan amplifikasinya, ruang digital kemudian bisa menjadi sebuah ruang publik terbuka seperti imajinasi Habermas. Masyarakat kemudian mengoordinasikan diri sendiri seperti cakrawala teori Castells. Emergence. Swarm intelligence.

Semua fenomena tersebut menegaskan bahwa kita hidup dalam masyarakat algoritmik yang dideskripsikan oleh Balkin (2017) sebagai sebuah masyarakat dibentuk oleh platform media sosial lintas batas-lintas waktu yang berada di antara negara dan individu, serta pemanfaatan algoritma dan akal imitasi untuk ”mengatur” (aliran) diskursus masyarakat.

Di tengah kemajuan komunikasi digital semacam itu, kecerdasan digital menjadi prasyarat penting untuk menyeimbangkan deras dan asimetrisnya arus informasi. 

Masyarakat perlu dibekali kemampuan yang tidak lagi sekadar menyaring berita, mengenali bias, dan melakukan verifikasi sumber. Kesadaran akan mekanisme framing, agenda setting, dan spiral of silence dapat membantu masyarakat dalam menyikapi sebuah informasi.

Agar ruang publik digital tetap sehat, aktor politik juga dituntut menerapkan etika berkomunikasi. Mereka diharapkan menyampaikan program kerja yang jelas dan berbasis data, bukan sekadar memancing emosi. 

Di sisi lain, pemerintah bisa mendorong regulasi tegas sambil tetap menjamin kebebasan berekspresi. Peningkatan kerja sama dengan platform media sosial juga penting untuk mereduksi penyalahgunaan informasi. 

Dalam konteks ontran-ontran politik, partisipasi aktif masyarakat adalah kunci. Forum diskusi publik yang terbuka dan/atau platform konsultasi digital perlu terus dikembangkan. 

Dengan demikian, gagasan masyarakat dapat tersampaikan langsung ke pemangku kebijakan, memperkecil jarak antara elite dan publik. 

Langkah itu juga relevan untuk meminimalkan potensi konflik di daerah yang sering timbul lantaran minimnya dialog terbuka.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Sumber: