Solusi Dilema Profesi Petani Milenial
ILUSTRASI Solusi Dilema Profesi Petani Milenial.-Maulana Pamuji Gusti-Harian Disway-
Bukan hanya anak-anak buruh tani di desa, anak-anak petani di perkotaan sepertinya juga perlu mengikuti Program Petani Milenial. Sebab, mereka juga mengalami dilema terkait profesi petani. Meskipun, inti persoalannya berbeda.
DILEMA ANAK PETANI DI PERKOTAAN
Berbeda dengan anak buruh tani di perdesaan, anak-anak petani di perkotaan justru tidak ingin menjadi petani. Meskipun, mereka punya lahan yang cukup luas.
Penyebabnya, anak-anak petani itu merasa bahwa profesi petani tidak menjanjikan masa depan cerah. Mereka menganggap menjadi petani itu tidak membanggakan, tidak keren, dan tidak memberikan dampak signifikan bagi kehidupan mereka dan sesama. Fenomena itu banyak kita jumpai di kota. Batu dan Malang, contohnya.
Akibatnya, tidak sedikit anak petani itu yang menjual lahan apel atau lahan sayur-mayur yang diwariskan orang tuanya. Sementara itu, mereka lebih memilih berprofesi lainnya, selain profesi petani. Misalnya, sebagai karyawan pabrik dan karyawan toko serbaada (toserba).
Jika tidak dijual, lahan pertanian itu dialihfungsikan oleh mereka. Tidak lagi menjadi lahan pertanian, tetapi menjadi vila atau kos-kosan. Itu masih jauh lebih baik. Meskipun, alih fungsi lahan bisa mengganggu keberlanjutan pertanian di wilayah itu.
Akibatnya, produksi pangan terganggu dan swasembada pangan kian sulit diwujudkan. Lalu, apa solusinya?
Solusinya ialah mengubah persepsi milenial –anak-anak petani di perkotaan– terhadap profesi petani. Petani itu memiliki masa depan terjamin dan cerah. Petani itu keren dan familier dengan teknologi terkini. Meminjam istilah mantan Presiden Habibie, petani itu modern dan menguasai ”high tech”.
Selain itu, perlu dibentuk persepsi bahwa menjadi petani itu memberikan dampak yang signifikan terhadap masyarakat, bangsa, dan negara, bahkan dunia. Salah satu caranya, mengikutsertakan anak-anak petani di perkotaan dalam Program Petani Milenial oleh Kementan.
SOLUSI: PROGRAM PETANI MILENIAL
Di era pemerintahan Presiden Prabowo Subianto, Program Petani Milenial makin mendapatkan perhatian. Pemerintah ingin kita bisa swasembada pangan, bahkan lebih cepat. Salah satu caranya ialah memperbanyak jumlah petani milenial.
Program itu cukup berhasil. Terbukti, jumlah petani milenial kita menurut Sensus Pertanian oleh Badan Pusat Statistik (BPS) mencapai 6,18 juta orang. Jumlah itu merupakan 21,93 persen dari jumlah total petani kita. Namun, jumlah tersebut bisa kita tingkatkan dengan memberikan jaminan bahwa masa depan petani milenial akan lebih cerah dan terjamin.
Kementan telah memberikan gambaran, mereka yang mengikuti Program Petani Milenial berpotensi memperoleh pendapatan sampai Rp 10 juta per bulan. Jumlah itu cukup besar dan menarik bagi kalangan milenial, khususnya bagi anak-anak buruh tani di perdesaan.
Mereka akan diberi lahan untuk bertani, mengembangkan diri untuk menjadi petani modern, dengan diikutkan pelatihan yang relevan dan komprehensif.
Petani milenial juga mendapatkan sertifikasi, akses terhadap teknologi terkini, dan pendampingan dari ahlinya. Di samping itu, mereka akan mendapatkan permodalan untuk memulai usaha pertaniannya.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Sumber: