Solusi Dilema Profesi Petani Milenial
ILUSTRASI Solusi Dilema Profesi Petani Milenial.-Maulana Pamuji Gusti-Harian Disway-
PROFESI petani terkadang menjadi dilema bagi milenial. Anak buruh tani di desa ingin menjadi petani, tetapi tidak punya lahan. Sebaliknya, anak petani di kota justru tidak ingin menjadi petani meski punya lahan. Program petani milenial diharapkan bisa menjadi solusi dilema tersebut.
Caranya, memberikan lahan kepada anak buruh tani di desa dan meningkatkan kebanggaan berprofesi sebagai petani kepada anak petani di kota. Barangkali sudah ada ahli yang menulis dan membahasnya. Namun, penulis mencoba melihat dari perspektif berbeda.
Perspektif anak buruh tani dari pelosok Desa Ngawi dan pernah tinggal lama di Kota Malang. Semoga perspektif penulis ini melengkapi dan ikut membantu menyukseskan Program Petani Milenial. Khususnya, penyelesaian persoalan dilema profesi petani di kalangan milenial.
BACA JUGA:Menarik! Ini Gaji Petani Milenial 2024, Bisa Dapat Rp 10 Juta Per Bulan
DILEMA ANAK BURUH TANI DI PERDESAAN
Profesi petani dan buruh tani, pada umumnya, menjadi profesi mayoritas masyarakat perdesaan. Makin luas lahan pertanian yang dimiliki seorang petani, biasanya makin sejahtera hidupnya dan makin dihormati. Namun, jumlah orang yang menggeluti profesi petani itu terus menyusut.
Salah satu penyebabnya, anak-anak petani tersebut berubah menjadi buruh tani karena tidak lagi memiliki lahan. Atau, kalaupun punya lahan, luasnya tidak mampu menopang ekonomi keluarga.
Meski menjadi buruh tani, jangan ragukan kemampuan bertani mereka. Sebb, sejak kecil anak-anak petani sudah terbiasa membantu orang tuanya menggarap lahan mereka.
BACA JUGA:Cara Daftar Petani Milenial 2024 Beserta Syarat Lengkapnya
Lalu, bagaimana dengan anak dari buruh tani? Itulah yang menarik untuk diulas lebih dalam.
Kondisi anak-anak buruh tani, biasanya, memprihatinkan. Mereka rata-rata berpendidikan rendah. Lulus SD dan SMP sudah bagus. Mereka seperti dihadapkan pada buah simalakama: ingin melanjutkan studi tidak punya biaya, ingin bertani tidak punya lahan.
Karena tidak punya pilihan, tidak sedikit dari mereka yang melanjutkan profesi orang tuanya sebagai buruh tani dan tetap menetap di desa. Kalaupun merantau ke kota, mereka biasanya menjadi buruh kasar harian dan sifatnya sementara.
Kondisi yang dialami anak buruh tani itu cenderung diturunkan ke anak-anak mereka sehingga membentuk ”lingkaran setan kemiskinan”. Lingkaran kemiskinan itu bisa diputus dengan intervensi, khususnya oleh pemerintah. Contohnya, memprioritaskan anak-anak buruh tani itu untuk mengikuti program Petani Milenial oleh Kementerian Pertanian (Kementan).
BACA JUGA:Alan So, Petani Milenial Gresik yang Kembangkan Sayurganik
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Sumber: