Kapasan Dalam dan De Javasche Bank Berebut Hati Wisatawan di Surabaya Tourism Award 2025

Kapasan Dalam dan De Javasche Bank Berebut Hati Wisatawan di Surabaya Tourism Award 2025

De Javasche Bank kini berubah menjadi sarana edukasi sejarah setelah lebih dari seratus tahun menjadi tonggak ekonomi Surabaya. -Alfi Kirom-Harian Disway

HARIAN DISWAY - Satunya kampung. Satu lagi bangunan tua. Keduanya sama-sama membawa bendera sejarah dan budaya. Kini, keduanya sedang memoles diri—berlomba dalam diam untuk menjadi yang terbaik di ajang Surabaya Tourism Award 2025.

Dari timur kota, kawasan Kapasan Dalam melenggang pelan. Gang-gang sempit di sana tampak cantik. Lampion merah, mural naga, dan rumah-rumah berarsitektur klasik Tionghoa kini jadi wajah baru kampung yang sudah berdiri sejak 1883 itu. ”Semua mulai kami bangun pada 2021,” ujar Michael Wijaya, Wakil Ketua Pengurus Wisata Kampung Pecinan Kapasan Dalam.

Tujuannya bukan cuma mempercantik tampilan. Tapi membangkitkan identitas. Dari dulunya hanya lorong biasa, kini Kapasan Dalam menjelma menjadi destinasi budaya yang menyimpan warisan leluhur Tionghoa di Surabaya.

Kelenteng Boen Bio menjadi titik tengahnya. Bukan kelenteng biasa, karena konon bangunan itu pernah menjadi tempat para tabib merawat korban Perang 10 November.

BACA JUGA: Jelang Imlek, Kelenteng Boen Bio Gelar Cisuak sebagai Tolak Bala

”Makanya banyak dosen dan peneliti yang datang. Ini bukan tempat yang baru dibikin, ini tempat sejarah,” jelas Dony Djhung, tokoh masyarakat setempat.

Setiap September, warga Kapasan menggelar Sedekah Desa. Bukan sekadar ritual, tapi selebrasi kebudayaan. Ada barongsai berdampingan dengan wayang kulit dan campursari.

Toleransi jadi tema utama. ”Sudah 129 kali digelar, itu artinya kampung ini menjaga tradisi lebih dari satu abad,” kata Michael.


Kelenteng Boen Bio ikon Kampung Pecinan Kapasan Dalam yang menyimpan nilai sejarah yang tinggi. -Alfi Kirom-Harian Disway

BACA JUGA: Series Jejak Naga Utara Jawa (19) : Boen Bio, Simbol Perlawanan Terhadap Belanda

Kini, semangat itu dibawa ke panggung Surabaya Tourism Award 2025. Kapasan Dalam kembali terpilih sebagai finalis kategori Kampoeng Tourism.

Semangatnya membara, meski diakuinya promosi masih jadi pekerjaan rumah. ”Untuk saat ini promosi yang kami galakan lewat kolaborasi bersama tour agent dan beberapa kampus di Surabaya, Sidoarjo dan Gresik,” aku Michael.

Di ujung barat kota, lawannya bukan kampung. Tapi bangunan kolonial kokoh yang dulu jadi pusat perputaran uang: De Javasche Bank. Didirikan pada 1828, tempat ini dulunya adalah satu-satunya bank yang mengatur ekonomi Surabaya.
Para pengunjung acara Pameran Museum Bersama memerhatikan pemandu wisata di Gedung De Javasche Bank pada 25 April 2025. -Dave Yehosua-Harian Disway

BACA JUGA: Pemenang Surabaya Tourism Awards (14): De Javasche Bank Ingatkan Sejarah Sistem Kliring Pertama

Kini, bangunan megah di Jalan Garuda No. 1 itu berubah wajah. Bukan lagi tempat transaksi, tapi rumah pengetahuan tentang sejarah perbankan Indonesia. ”Kami ingin anak-anak muda paham sejarah keuangan negeri ini,” ujar Riski Jayanto, pengelola De Javasche Bank.

Tidak hanya menyimpan koleksi uang kuno dan mesin perbankan jadul, tempat ini juga aktif membuat program edukatif.

Mulai dari study tour pelajar yang difasilitasi Dinas Pendidikan Kota Surabaya, hingga pameran lintas museum yang digelar April lalu. ”Kami sempat kolaborasi dengan Museum BI Jakarta, Trowulan, bahkan Museum Blockbuster. Tujuannya satu: menguatkan literasi sejarah masyarakat,” ujar Riski.

BACA JUGA: Profil Doan Widhiandono, Juri Surabaya Tourism Awards 2025 Sekaligus Pemimpin Redaksi Harian Disway

Kini, mereka juga menggagas lomba marketing destinasi wisata se-Jawa Timur bersama Dinas Pariwisata Provinsi. Sebuah gebrakan baru untuk menggaet minat generasi muda terhadap wisata edukasi.

Tak heran, De Javasche Bank kembali ikut Surabaya Tourism Award 2025. Tahun lalu mereka menyabet juara dua di kategori Education & Based Tourism. Tahun ini, mereka kembali bertarung dengan amunisi program-program baru.

Juri ajang itu, Agoes Tinus Lis Indrianto, menyebut keduanya punya potensi kuat. “Kapasan Dalam menyimpan sejarah lokal yang kuat, sedangkan De Javasche Bank punya nilai edukasi yang luas. Keduanya harus gencar promosi di media sosial,” ujarnya.
Bangunan punden yang digunakan warga Kampung Pecinan Kapasan Dalam untuk memberi penghormatan dan doa pada danyang kampung setempat. -Dave Yehosua-Harian Disway

BACA JUGA: Profil Agoes Tinus Lis Indrianto, Juri Surabaya Tourism Awards 2025 dan Dosen Universitas Ciputra Surabaya

Memang, di zaman ini, promosi digital adalah kunci. Bukan hanya agar dikenal, tapi agar generasi muda bisa merasa dekat dengan sejarah.

Kapasan Dalam dan De Javasche Bank sebenarnya tak bersaing. Mereka berjalan di jalur masing-masing. Tapi keduanya menyimpan semangat yang sama: menghidupkan kembali kisah lama lewat cara baru.

Satu lewat lentera merah dan pertunjukan budaya. Satu lewat mesin kliring dan lembar uang kuno. Tapi intinya sama—menjaga warisan agar tak lenyap ditelan zaman.

BACA JUGA: Surabaya Tourism Awards 2025, Dorong Pariwisata tetap Menyala di Tengah Efisiensi

Di tengah gempuran gedung-gedung tinggi dan pusat perbelanjaan, keduanya jadi pengingat. Bahwa Surabaya bukan hanya kota modern. Ia juga kota yang kaya akan memori.

Dan jika ingin membangun masa depan yang utuh, maka sejarah seperti Kapasan Dalam dan De Javasche Bank perlu terus disirami—dengan kunjungan, dengan edukasi, dengan rasa bangga.

Sebab di balik gang sempit dan dinding tua itu, ada cerita besar yang tengah diperjuangkan untuk tetap hidup. (*)

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Sumber: