Band Radja Jiplak Lagu APT? Fenomena Cancel Culture pada Musik Indonesia

Band Radja Jiplak Lagu APT? Fenomena Cancel Culture pada Musik Indonesia

ILUSTRASI Band Radja Jiplak Lagu APT? Fenomena Cancel Culture pada Musik Indonesia.-Maulana Pamuji Gusti-Harian Disway-

Karena masih berada pada arena perdebatan, masyarakat perlu mencari pedoman untuk mendeteksi plagiarisme pada sebuah lagu. Dalam hukum internasional, seperti dijelaskan Ahmad Dhani pada salah satu podcast, sebuah lagu dikatakan plagiat ketika memiliki kesamaan dengan lagu lain sebanyak 8 bar atau lebih.

Mengutip beberapa sumber, bar adalah frasa musik dalam lagu, yang terdiri atas beberapa beat. Satu bar pada lagu komersial umumnya memiliki 4 beat sehingga terdiri atas 4 ketukan. 

Dengan perhitungan tersebut, masyarakat bisa menilai plagiasi dalam sebuah lagu berdasar perspektif hukum sebelum menghakimi lagu tertentu sebagai ”plagiat”, termasuk lagu Apa sih? yang dipopulerkan band Radja.

BACA JUGA:Cancel Culture Seharusnya Pandang Bulu

Namun, selain aturan 8 bar tersebut, ada perspektif lain yang menarik tentang plagiasi dalam sebuah lagu. Perspektif itu diungkapkan James F. Sundah, pencipta lagu September Ceria yang dipopulerkan Vina Panduwinata. 

Musikus senior tersebut mengatakan bahwa plagiarisme sebuah lagu juga bisa dinilai dari kesamaan substantial part, yakni bagian terpenting dalam musik yang pernah dikenal orang.

Dalam hal ini, masyarakat juga bisa menilai, apakah part APT yang menjadi inspirasi penyisipan lirik Apa sih? pada lagu terbaru Band Radja tersebut merupakan substantial part atau tidak.  

ESENSI SEBUAH LAGU DI ERA KINI

Lagu yang tersebar di khazanah musik Indonesia saat ini tidak lepas dari strategi komersial. Berbagai kalangan pemusik, mulai komposer hingga produser, berlomba-lomba meluncurkan lagu dengan strategi komersial masing-masing dengan harapan lagu tersebut laku di masyarakat.

Aspek komersialitas tersebut yang sangat mungkin mendasari terciptanya lagu Apa sih? oleh band Radja. Melihat lagu APT oleh Bruno Mars dan Rose yang banjir pendengar di pasar musik internasional, band Radja tergiur untuk mengadopsi salah satu part-nya dengan harapan bisa membuat lagunya populer di pasar musik Indonesia.

Benar saja, meski mendapat penolakan dari banyak netizen, dalam kurun waktu dua pekan, lagu Apa sih? sudah 1,8 juta kali didengar di platform YouTube. Namun, kolom komentarnya dibanjiri banyak komentar negatif. 

Kontroversi yang timbul karena kesamaan lagu Apa sih? dengan lagu APT membuat banyak masyarakat mendengar lagu tersebut karena rasa penasaran.

Fenomena munculnya lagu Apa sih? itu dapat kembali mengetuk pintu refleksi produsen musik di Indonesia. Dalam lapangan musik, aspek komersialitas sebaiknya muncul dengan tidak mengesampingkan aspek esensial. 

Masyarakat butuh mendapat hidangan musik yang kreatif dan dapat mendatangkan implikasi positif bagi hidupnya.

Respons negatif netizen terhadap lagu Apa sih? merepresentasikan kepedulian masyarakat terhadap dunia musik Indonesia. Selama tidak didasari kebencian personal, kritik masyarakat terhadap lagu tersebut merupakan hal yang sah dan perlu didengar. 

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Sumber: