Pasutri Swinger, Mengapa?
ILUSTRASI Pasutri Swinger, Mengapa?-Maulana Pamuji Gusti-Harian Disway-
Ketika kopi darat itulah masing-masing pasangan saling melirik, mereka akan berhubungan seks dengan siapa pada saat pesta swinger kelak.
Apa motif tersangka? Berdasar pemeriksaan para tersangka, motif mereka ada dua:
Roberto: ”Pertama, motif hasrat seksual tersangka. Jadi, dari salah satu pasutri itu (tidak disebutkan yang mana) selalu berfantasi seks. Ia tidak bisa untuk melakukan hubungan seksual layaknya seorang dewasa apabila tidak ada orang lain.”
Motif kedua, ekonomi (tersangka mendapat uang dari Google Ads). Kini polisi masih menghitung jumlah uangnya.
Roberto: ”Untuk keterlibatan warga negara asing dari beberapa video yang sudah kami temukan, ada. Cuma, posisi mereka sekarang sedang kami cari melalui data face recognition. Jadi, melalui data wajah yang sedang kami kembangkan saat ini.”
IG dan KS dijerat dengan Pasal 45 ayat (1) juncto Pasal 27 ayat (1) Undang-Undang ITE dan/atau Pasal 4 juncto Pasal 29 dan/atau Pasal 7 juncto Pasal 33 dan/atau Pasal 8 juncto Pasal 34 Undang-Undang Nomor 44 Tahun 2008 tentang Pornografi.
Polisi juga akan menjerat pasutri tersebut dengan tindak pidana pencucian uang (TPPU). Itu untuk uang hasil Google Ads yang sudah mereka dapatkan.
Swinger pada dasarnya bentuk non-monogami, tapi juga bukan poligami. Di tengah-tengahnya. Monogami adalah hubungan seks satu pasangan saja dalam suatu waktu (sampai pasangan bercerai atau mati). Poligami hubungan seks pria dengan lebih dari satu perempuan dalam suatu waktu bersamaan. Swinger: bertukar pasangan cuma pada suatu waktu.
Pertanyaannya, jika suami istri sudah saling mencintai, buat apa lagi mereka melakukan swinger? Apakah mereka tidak cemburu? Bagaimana jika salah satu pasangan tertarik dan berhubungan seks seterusnya dengan pasangan saat swinger? Bagaimana kalau perempuannya hamil akibat hubungan seks saat swinger?
Soal itu, mereka sudah pakai kondom, tapi tetap berpotensi hamil.
Empat peneliti Barat, yakni Anne-Marie Niekamp, Laura W.L. Spauwen, Nicole H.T.M. Dukers-Muijrers, dan Kristen J.P.A. Hoebe, dalam karya riset mereka bertajuk Older and swinging; need to identify hidden and emerging risk groups at STI clinics (2010), menyebutkan bahwa swinger adalah kegiatan lazim di AS. Sebab, itu sudah lama ada.
Dasarnya, ketertarikan seksual adalah melekat pada setiap manusia. Meskipun dua orang (pria wanita) sudah menikah, pada dasarnya mereka tetap tertarik secara seksual kepada orang lain. Baik itu dilaksanakan (selingkuh) atau cuma ada di angan-angan.
Riset tentang swinger telah dilakukan di AS sejak akhir tahun 1960-an. Satu riset tahun 2000, berdasarkan kuesioner internet yang ditujukan kepada pengunjung situs terkait swinger, menemukan bahwa swinger memberikan kebahagiaan lebih tinggi dalam hubungan mereka daripada kebahagiaan seks yang dilaporkan secara normal (cuma antar-suami istri).
Hasil riset di AS pada 2010 menunjukkan, sekitar 37 persen suami dan 29 persen istri mengakui setidaknya pernah satu kali melakukan perselingkuhan. Nah, daripada selingkuh, mereka anggap lebih baik swinger.
Dalam swinger, dibutuhkan komunikasi dan kesepakatan. Suami istri harus sepakat melakukan itu. Berhubungan seks dengan orang lain cuma sekali, lalu selesai. Kalau diulangi, berhubungan seks dengan orang yang lain lagi (bukan dengan peserta swinger sebelumnya). Dan, selesai. Daripada selingkuh, yang merupakan pengkhianatan cinta.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Sumber: