Fenomena Deinfluencing Media Sosial, Tak Lagi Percaya Rekomendasi Influencer

Sekelompok teman berdiskusi tentang pengalaman produk, menyoroti pentingnya kolaborasi dalam membuat keputusan bijak di era deinfluencing. -jane-Pinterest
Selain itu, krisis ekonomi global dan masalah lingkungan juga memengaruhi perilaku konsumen. Banyak orang kini lebih sadar akan pentingnya konsumsi yang lebih bijak dan berkelanjutan.
Oleh karena itu, mereka mulai menghindari pembelian barang-barang yang dianggap tidak penting. Para konsumen pun tidak lagi terpengaruh dengan tren yang dipromosikan oleh influencer. Itu menjadi latar belakang yang cukup kuat bagi munculnya gerakan deinfluencing.
Fenomena deinfluencing melibatkan berbagai pihak. Baik dari sisi konsumen maupun influencer itu sendiri. Konsumen mulai mencari informasi yang lebih objektif dan realistis.
BACA JUGA: Tren Gaya Hidup Berkelanjutan 2025, Dari Fashion hingga Pilihan Konsumsi
Di sisi lain, beberapa influencer yang merasa bahwa pengaruh mereka selama ini terlalu didorong oleh kepentingan komersial, mulai beralih pada pendekatan yang lebih autentik. Menonjolkan sisi kritis mereka terhadap produk atau merek tertentu.
Fenomena deinfluencing terutama berkembang di platform media sosial seperti TikTok, Instagram, dan YouTube, tempat para influencer sering membagikan ulasan produk dan pengalaman pribadi mereka.
Seorang influencer dikelilingi produk, diingatkan untuk memilih yang benar-benar bermanfaat dalam era deinfluencing. -Maelly-Pinterest
Di TikTok, misalnya, video mengenai deinfluencing bahkan menjadi viral. Karena formatnya yang memungkinkan penonton langsung berbicara tentang pengalaman mereka dengan produk tertentu.
Tren itu juga diperkuat oleh penggunaan tagar #Deinfluencing yang semakin populer di berbagai platform sosial.
BACA JUGA: Thrifting, Tren Baru yang Mampu Kurangi Limbah Tekstil
Fenomena deinfluencing mulai muncul pada tahun 2022 dan semakin berkembang pada 2023. Namun, seiring dengan meningkatnya kesadaran akan pentingnya konsumsi yang lebih bijak, juga transparansi di media sosial, tren itu diperkirakan akan semakin kuat pada tahun 2025 dan seterusnya.
Fenomena itu juga beriringan dengan berkembangnya nilai-nilai autentik dalam dunia media sosial. Yakni mengutamakan kejujuran dan integritas dalam berkomunikasi dengan audiens.
Deinfluencing memberikan dampak yang signifikan pada industri pemasaran dan cara merek berkomunikasi dengan konsumen.
Pertama, itu mengajarkan konsumen untuk lebih kritis terhadap iklan dan rekomendasi yang mereka terima.
BACA JUGA: Kopi Specialty, Tren Baru Gaya Hidup Anak Muda Urban
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Sumber: