Pendidikan Indonesia dalam Krisis: Kenapa Bantuan Sosial Tak Lagi Cukup?
ILUSTRASI Pendidikan Indonesia dalam Krisis: Kenapa Bantuan Sosial Tak Lagi Cukup?-Maulana Pamuji Gusti-Harian Disway-
PENDIDIKAN yang difasilitasi dengan bantuan pemerintah akan menjadi investasi terbaik bagi para generasi muda. Namun, apa bantuan paling tepat yang dapat pemerintah berikan demi mencapai pemerataan pendidikan di Indonesia?
Awal 2025, Indonesia dihebohkan oleh kasus seorang siswa SD yang dihukum duduk di lantai selama kelas berlangsung. Berdasar keterangan sang Ibu Guru, itu dilakukan karena siswa menungak pembayaran sumbangan pembinaan pendidikan (SPP).
Kasus tersebut segera menjadi viral, memicu perdebatan publik, dan menarik perhatian pemerintah.
BACA JUGA:Kehausan Filosofis Pendidikan Indonesia
BACA JUGA:Transformasi Pendidikan Indonesia: Integrasi AI dalam Pendidikan
Namun, jika dicermati lebih dalam, fenomena itu bukanlah hal baru. Masalah yang muncul dalam kasus tersebut sebenarnya hanyalah sebagian kecil dari permasalahan besar yang sudah ada sejak lama: ketidaktepatan solusi bantuan pendidikan bagi masyarakat rentan dan kurangnya pengelolaan keuangan oleh masyarakat itu sendiri.
Kasus iut lebih menggambarkan kondisi sistem pendidikan yang tidak sepenuhnya mengakomodasi semua lapisan masyarakat, terutama yang kurang mampu.
Faktanya, keluarga Kamelia, ibunda siswa yang dihukum, adalah penerima bantuan Program Keluarga Harapan (PKH) dan Program Indonesia Pintar (PIP) –dua program pemerintah yang dirancang untuk membantu keluarga kurang mampu dalam memenuhi kebutuhan pendidikan.
BACA JUGA:Mental Elite Liberalisme dalam Pendidikan Indonesia
BACA JUGA:Politisasi Bantuan Sosial? Pelanggaran Hukum, Etika, dan Akuntabilitas Publik
Meski demikan, tampaknya, pengelolaannya tidak cukup bijak sehingga membuat kebutuhan dasar pendidikan anaknya tidak tercapai. Kamelia sendiri mengungkapkan, ketidakadilan yang dirasakan anaknya karena tidak dapat mengambil rapor akibat tunggakan SPP.
Sementara itu, pihak sekolah tetap memberikan kelonggaran dengan memperpanjang tenggat pembayaran SPP dan mengizinkan anaknya mengikuti ujian. Tetap saja, itu bukanlah penyelesaian yang efektif.
Pemberian beasiswa kepada anak Kamelia dianggap oleh sebagian pihak sebagai solusi yang cepat. Bahkan, anggota DPD Gerindra Ade Jona Prasetyo memberikan bantuan sebagai perpanjangan tangan dari pemerintah.
Namun, jika dilihat lebih jauh, pemberian beasiswa tambahan itu sebenarnya hanya menyelesaikan masalah secara personal dan sesaat, bukan solusi tuntas.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Sumber: