Bilang Jancuk, Dibunuh

ILUSTRASI Bilang Jancuk, Dibunuh. Gara-gara tersinggung dimaki "jancuk", tersangka ini menendang temannya hingga tewas.-Arya-Harian Disway-
Kuncinya pada manajemen coping (strategi mengatasi stres atau tekanan psikologis). Orang yang manajemen coping-nya lemah berpotensi membunuh orang lain. Tapi, untungnya, mayoritas orang punya manajemen coping standar. Dengan demikian, pembunuhan tidak sebanyak orang yang membayangkan akan membunuh.
Istilah coping kali pertama dikenalkan psikolog terkenal AS, Richard S. Lazarus.
Lazarus dan Susan Folkman dalam buku mereka yang berjudul Stress, Appraisal, and Coping (1984) yang pertama menyebut istilah itu.
Buku itu salah satu karya paling berpengaruh dalam psikologi pengendalian stres dan emosi. Di sana Lazarus dan Folkman memperkenalkan transactional model of stress and coping.
Disebutkan, coping adalah cara setiap individu menangani stres yang muncul akibat ketidakseimbangan antara tuntutan lingkungan dan sumber daya yang dimiliki orang tersebut.
Bahwa stres bukan hanya reaksi otomatis terhadap suatu situasi, melainkan juga hasil dari bagaimana seseorang menilai (appraise) situasi tersebut.
Ada dua jenis coping. Pertama, problem-focused coping. Hampir semua orang berusaha mengatasi penyebab stres secara langsung. Misalnya, mencari solusi, mengubah strategi, atau menghilangkan sumber masalah.
Kedua, emotion-focused coping. Orang mengelola respons emosional terhadap stres, bukan penyebab stres itu sendiri. Misalnya, orang itu melakukan relaksasi, meditasi, mengungkapkan perasaan, mencari dukungan sosial.
Buku itu menjelaskan, seseorang akan melakukan dua tahap penilaian saat menghadapi stres.
Pertama, menentukan apakah suatu situasi bersifat berbahaya atau menantang.
Kedua, menilai apakah individu tersebut memiliki sumber daya untuk mengatasi stres tersebut.
Jika seseorang tidak mampu mengatasinya, stres akan makin meningkat. Dan, jangan lupa, ada kehidupan, maka ada stres. Ketika seseorang tidak mampu mengatasi stres, ia berpotensi jadi pembunuh.
Buku itu memberikan pemahaman mendalam tentang bagaimana manusia mengelola stres melalui mekanisme coping. Strategi seseorang menilai dan merespons stres sangat menentukan kesejahteraan psikologisnya. Yang berarti bisa terhindar jadi pembunuh.
Maka, motif pembunuhan Mustakim yang sepele bisa jadi karena pelakunya tidak memiliki manajemen coping standar. Atau lemah. Persoalan sepele pun membuatnya emosional dan brutal. Khoirul sebenarnya bisa saja menendang Mustakim sekali. Cukup. Dan, sangat mungkin itu tidak membuat temannya mati. Tapi, ternyata tidak.
Kendati, sangat mungkin ada hal lain di balik kata ”jancuk”. Mungkin ada peristiwa lain yang tidak diungkap tersangka kepada polisi meski sudah ditanyakan. Tidak mungkin penyebabnya cuma itu. Bahwa kata itu adalah pemantik ledakan amarah Khoirul dari banyak amarah yang terpendam sebelumnya, bisa jadi.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Sumber: