Tradisi Ramadan dari Masa ke Masa, yang Bertahan dan yang Mulai Hilang

Berbagai tradisi Ramadan yang mulai menhilang dan yang masih tetap lestari dilasanakan tiap tahunnya. -Pngtree -Pinterest
Beberapa tradisi Ramadan yang dulu sangat kental kini mulai menghilang. Seperti bedug keliling yang pernah menjadi penanda sahur. Penggunaan bedug semakin jarang digunakan. Peran tersebut digantikan oleh alarm ponsel atau pengumuman dari masjid melalui pengeras suara.
BACA JUGA:Inspirasi Menu Sahur Sehat dan Lezat untuk Ramadhan Tahun ini
Buka puasa bersama yang lebih sering dilakukan di rumah dengan hidangan sederhana, kini perlahan bergeser ke restoran atau tempat makan yang menyediakan paket berbuka dengan banyak sajian mewah.
Dengan semakin maraknya layanan pesan-antar makanan, banyak orang memilih berbuka dengan makanan siap saji daripada memasak sendiri. Hal itu menyebabkan berkurangnya suasana kekeluargaan dalam momen berbuka.
Pesantren kilat yang rutin diadakan di sekolah selama Ramadan juga kian jarang ditemukan. Jika dulu anak-anak menghabiskan beberapa hari di sekolah untuk belajar agama, kini kegiatan itu lebih banyak dilakukan secara daring. Atau hanya berlangsung dalam waktu singkat.
BACA JUGA:Menyegarkan! Lima Macam Menu ini Cocok untuk Buka Puasa
Padahal pesantren kilat bukan sekadar tempat belajar agama. Tetapi juga sarana membangun karakter dan mempererat interaksi sosial antar sesama muslim. Untuk meningkatkan dasar keimanan diri.
Perkembangan zaman kini banyak membawa dampak pada perubahan tradisi Ramadan. Beberapa tradisi tetap bertahan dengan penyesuaian. Sementara yang lain perlahan tergeser oleh kebiasaan baru.
Namun, esensi Ramadan sebagai bulan penuh kebersamaan, kepedulian sosial, dan peningkatan spiritual tetap harus dijaga.
Masyarakat perlu terus melestarikan tradisi yang memiliki nilai positif serta beradaptasi dengan perubahan. Tanpa menghilangkan makna Ramadan yang sesungguhnya. (*)
*) Mahasiswa magang dari prodi Sastra Inggris, Universitas Islam Negeri Sunan Ampel Surabaya.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Sumber: