Merengkuh Spirit Kesederhanaan, Menggapai Kerekatan Sosial

ILUSTRASI Merengkuh Spirit Kesederhanaan, Menggapai Kerekatan Sosial.-Maulana Pamuji Gusti-Harian Disway-
Tanpa disadari, bukber sebenarnya telah melekat menjadi tradisi di berbagai daerah di Indonesia seperti meugang, nyorog, megibung, ataupun megengan. Berdasar catatan historis, hal itu memperkuat argumen bahwa tradisi meugang dirayakan di Aceh sejak naik takhtanya Sultan Iskandar Muda dari Kerajaan Aceh.
Saat itu Sultan Iskandar Muda menyembelih banyak hewan kurban dan dagingnya dibagikan kepada masyarakat jelang bulan suci Ramadan. Saat ini tradisi meugang biasanya diadakan tiga kali dalam setahun, yakni jelang Ramadan, Idulfitri, dan Iduladha.
Selanjutnya nyorog. Itu merupakan tradisi Betawi. Orang membagikan paket makanan kepada anggota keluarga yang lebih tua seperti ayah, ibu, paman, bibi, kakek, dan nenek.
Biasanya dilakukan sebelum Lebaran. Zaman dulu, paket diisi dengan sayuran dan ikan yang dimasak. Namun, sekarang orang berbagi paket biskuit, kopi instan, gula, sirup, teh, dan lainnya.
Kemudian, megibung. Tradisi itu dilakukan umat Islam di Bali. Megibung berasal dari kata gibung yang berarti berbagi, duduk melingkar, dan makan bersama dengan nasi dan piring di atas nampan. Ritual tersebut diadakan di Kampung Islam Kepaon, Karangasem, Bali Timur, tanggal 10, 20, dan 30 Ramadan.
Ritual itu diketahui juga diperkenalkan Raja Karangasem I Gusti Agung Anglurah Ketut Karangasem pada abad ke-17 Masehi.
Kemudian, masyarakat di Jawa Timur, terutama di Tuban, Malang, dan Surabaya, mengadakan tradisi megengan untuk menyambut bulan Ramadan. ”Megengan” berasal dari bahasa Jawa megeng yang berarti ”memegang”.
Selama megengan, masyarakat biasanya duduk bersama di masjid atau lapangan untuk berdoa bersama dan makan bersama. Tradisi itu juga merupakan salah satu cara penyebaran Islam di Jawa Timur sejak dulu.
Jadi, tradisi berkumpul sambil membawa makanan atau makan bersama pada dasarnya sudah menjadi bagian dari kebiasaan masyarakat di tanah air.
MENGHINDARI PEMBOROSAN
Namun, dalam perjalanan waktu, kini bukber lambat laun mengalami kehilangan sentuhan nilai religi. Seakan telah menjadi ajang unjuk gigi bagi mereka yang ingin menunjukkan strata sosialnya.
Makin mahal harga tempat untuk bukber, makin tinggi pengakuan sosial (social validation) yang mereka dapat guna meneguhkan statusnya.
Fenomena itulah yang sekarang populer di kalangan milenial, yakni flexing. Dalam kamus psikologi, istilah flexing adalah tindakan yang kerap dilakukan secara sengaja atau tidak sengaja untuk mendapatkan pengakuan dari orang lain.
Tidak salah bila bukber dinikmati di tempat-tempat eksklusif yang mahal dan bergengsi. Namun, ketika konsep agama mengajarkan bahwa yang berlebihan adalah tindakan pemborosan saat di tengah masyarakat kita masih ada yang kekurangan, bukber telah kehilangan makna nuansa kesederhanaan sosialnya (social austerity).
Sebab, yang berlebih-lebihan adalah hal yang tidak baik. Dengan begitu, kerap kali kita temukan limbah makanan yang terbuang, padahal masih layak konsumsi.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Sumber: