Mengenal Loneliness Epidemic: Ramai Teman tapi Tetap Kesepian

HARIAN DISWAY - Di era digital yang serba terhubung ini, paradoks terbesar yang sering dialami banyak orang adalah kesepian di tengah keramaian.

Media sosial penuh dengan notifikasi. Grup chat ramai dengan obrolan. Agenda sosial terlihat padat.

Namun, di balik itu semua, tidak sedikit yang merasa hampa, terputus secara emosional, dan kesepian. Bahkan ketika dikelilingi banyak orang.

Fenomena itu sering disebut sebagai loneliness epidemic atau epidemi kesepian.

Menurut survei dari YouGov yang dilakukan di berbagai negara, pandemi COVID-19 menyebabkan peningkatan signifikan dalam perasaan kesepian.

BACA JUGA: Curhat dan Dampaknya untuk Kesehatan Mental, Jangan Pendam Sendirian

Di Inggris, misalnya, lebih dari 50% responden dalam survei pada Desember 2021, menyatakan merasa lebih terisolasi dibandingkan sebelum pandemi. 

Selain itu, laporan YouGov lainnya menyebutkan bahwa sekitar 30% milenial melaporkan sering atau selalu merasa kesepian.

Angka itu menunjukkan bahwa generasi muda sangat terdampak secara emosional dalam era digital dan pandemi.

Kesepian bukan sekadar tidak punya teman. Banyak orang yang aktif secara sosial, memiliki lingkaran pertemanan luas, bahkan tinggal serumah dengan orang lain. Tapi tetap merasa kesepian.

BACA JUGA: 4 Cara Mudah Jaga Lingkungan, Mulai dari Diri Sendiri

Hal itu terjadi ketika hubungan yang ada terasa dangkal, tidak memberikan rasa dimengerti, atau tidak menciptakan koneksi emosional yang bermakna. Kesepian adalah soal kualitas hubungan. Bukan kuantitas.

Salah satu penyebab utamanya adalah budaya produktivitas dan pencitraan di media sosial.

Kita begitu sibuk membuktikan diri, membandingkan pencapaian, atau mempertahankan citra ideal hingga melupakan kedekatan yang jujur dan autentik dengan orang lain.

Sumber: