Hari Lebaran Karya Ismail Marzuki, Terselip Kritik untuk Penguasa

Ismail Marzuki--wikimedia.org.
Pulang sempoyongan kalah main pukul istri
Gambaran lirik tersebut seperti menampar kaum urban pada masa itu. Mereka lekat dengan kekerasan dalam rumah tangga. Penggambaran itu tidak berbeda dengan kondisi Indonesia pasca kemerdekaan.
Dari berbagai sumber, Rachmi Aziah, putri Ismail, pada tahun 2011 menyebut ayahnya kerap membuat lagu berdasarkan kondisi masyarakat pada zaman itu.
BACA JUGA:Mengapa Puasa Enam Hari di Bulan Syawal Dianjurkan? Ini Penjelasannya
Dokumen foto Ismail Marzuki--Istimewa
Apabila lagu itu dibuat pada 1950, sangat terlihat kondisi politik Indonesia sedang tidak stabil. Terbukti dengan adanya Republik Indonesia Serikat yang didirikan pada tahun 1949 dan secara resmi berakhir pada 17 Agustus 1950.
Tidak hanya menggambarkan realitas kehidupan masyarakat saat itu, lagu tersebut mencerminkan kondisi sosial-politik Indonesia pasca kemerdekaan. Yakni ketika stabilitas masih belum tercapai.
Ismail Marzuki bahkan menyindir pemerintah dengan lirik seperti “Selamat para pemimpin, rakyatnya makmur terjamin” yang kontras dengan kenyataan.
BACA JUGA:7 Lagu Hits yang Bikin Perjalanan Mudik Lebaran Naik Kereta Jadi Asyik
Pada masa itu, Ismail menyoroti kondisi ekonomi dan praktik korupsi yang mulai tumbuh di kalangan pejabat. Mereka terbiasa hidup dengan mewah. Dengan tegas ia sampaikan dalam dua baris lirik terakhir “Kondangan boleh kurangin, korupsi jangan kerjain.”
Walaupun pada beberapa versi modern dari lagu itu telah menghapus unsur sindiran tersebut, versi itu didaur ulang oleh beberapa musisi pasca meninggalnya Ismail Marzuki pada 1958 silam.
Walaupun demikian, pesan dan kritik yang disampaikan oleh Ismail tetap relevan hingga kini. Terutama dalam konteks budaya konsumtif saat Lebaran.
BACA JUGA:Playlist Lagu Religi Ramadan untuk Menemani Momen Kumpul Lebaran
Ditambah dengan maraknya korupsi yang masih menjadi masalah besar di Indonesia saat ini. Itu semua sesuai dengan sindiran lirik Ismail. Perilaku itu membuat masyarakat masih belum merasakan kehidupan yang sejahtera.***
*) Mahasiswa magang dari prodi Sastra Inggris, Universitas Negeri Surabaya.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Sumber: berbagai sumber