Fenomena Femisida, Kekerasan Gender Ekstrem yang Terus Terulang

Fenomena Femisida, Kekerasan Gender Ekstrem yang Terus Terulang

Fenomena femisida, kekerasan gender ekstrem yang terus terulang. --Pinterest

HARIAN DISWAY - Femisida, atau pembunuhan terhadap perempuan karena identitas gendernya, merupakan bentuk kekerasan ekstrem yang terus membayangi berbagai masyarakat di dunia. Termasuk Indonesia.

Fenomena itu lahir dari akar diskriminasi gender, ketidaksetaraan struktural, serta budaya patriarki yang masih kuat mengakar.

Di tengah upaya global untuk mendorong kesetaraan hak, femisida tetap menjadi tragedi kemanusiaan yang belum terselesaikan.

BACA JUGA:Keberpihakan kepada Ibu, Menuju Kesetaraan Gender

Secara definisi, femisida tidak hanya merujuk pada pembunuhan semata. Melainkan juga mencakup kekerasan sistemik yang mendasari tindakan tersebut. Alasan yang mendasarinya adalah karena perempuan dianggap lebih rendah.

Faktor-faktor seperti kekerasan dalam rumah tangga, kekerasan seksual, kontrol terhadap tubuh perempuan, hingga pembungkaman suara perempuan dalam ruang publik, menjadi pemicu terjadinya femisida. 

Di Indonesia, kasus-kasus femisida sering kali tidak dikenali secara tepat. Banyak insiden pembunuhan terhadap perempuan yang diberitakan sebagai kejahatan biasa, tanpa mempertimbangkan konteks gender yang melatarbelakanginya.

BACA JUGA:Hukum Waris Adat dalam Perspektif Keadilan Gender 

Padahal, pengabaian terhadap motif gender tersebut membuat upaya pencegahan menjadi semakin sulit. Tanpa kesadaran bahwa femisida berakar pada ketidaksetaraan gender, siklus kekerasan itu akan terus berulang.

Sebagai contoh, kasus kematian jurnalis muda Juwita menggemparkan publik baru-baru ini. Juwita hanyalah salah satu dari banyak perempuan Indonesia yang menjadi korban dari fenomena femisida.


ILUSTRASI salah satu contoh femisida ialah kasus kematian Jurnalis bernama Juwita yang dibunuh pacarnya. -Maulana Pamuji Gusti-Harian Disway-

Data dari Komnas Perempuan menunjukkan adanya kecenderungan peningkatan femisida. Pada awal tahun 2025 saja sudah ada sekitar 17 kasus femisida. Dan telah terjadi 290 kasus femisida dari Oktober 2023 sampai Oktober di tahun 2024. 

BACA JUGA:Tayangan Media dan Stereotip Gender

Jumlah kasus tersebut menjadi yang terbanyak kedua selama 5 tahun terakhir. Ironisnya, banyak pelaku femisida mendapat hukuman ringan, atau bahkan dibenarkan tindakannya melalui narasi-narasi yang menyalahkan korban.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Sumber: