Jalan Sepi Buku-Buku Olahraga dan Sepak Bola Indonesia

ILUSTRASI Jalan Sepi Buku-Buku Olahraga dan Sepak Bola Indonesia.-Maulana Pamuji Gusti-Harian Disway-
BEBERAPA tahun lalu, dalam peluncuran buku kumpulan esai sepak bola yang berjudul Dari Kekalahan ke Kematian (EA Books, 2018), penulis Mahfud Ikhwan berkata bahwa menulis buku-buku olahraga –khususnya sepak bola– adalah ”jalan sepi” di Indonesia.
Tak seperti buku-buku fiksinya, Kambing dan Hujan, Dawuk: Kisah Kelabu dari Rumbuk Randu, atau Anwar Tohari Mencari Mati yang sudah cetak ulang beberapa kali, untuk buku bernapas olahraga, Mahfud tahu bahwa probabilitas cetak ulang sangatlah kecil. Sekecil harapan melihat penulis Indonesia memenangi Nobel Sastra.
Meski dari perspektif pasar, buku sepak bola tak selaris buku-buku fiksi atau motivasi, toh Mahfud tetap menulis sepak bola. Sebab, menulis sepak bola yang diakrabinya lewat radio, televisi, dan kemudian media massa pada masa kecilnya adalah bagian dari upaya menuliskan sejarah hidupnya.
BACA JUGA:Tren Olahraga Pilates Reformer yang Digandrungi Kaum Urban
Sejarawan dan profesor sastra asal Amerika Serikat, Walter Jackson Ong, dalam bukunya, Orality and Literacy: The Technologizing of the Word (1982), menyebutkan bahwa keberadaan buku sangatlah penting dalam masyarakat.
Sebab, buku mengubah cara masyarakat menyimpan dan mentransmisikan pengetahuan. Adanya buku memungkinkan memori kolektif bertahan lebih lama jika dibandingkan dengan menyimpannya sebagai tradisi lisan.
Nah, sayangnya, penulisan buku-buku olahraga dan sepak bola di Indonesia bukanlah tradisi populer. Bahkan, dalam setahun, penerbit mayor maupun indie belum tentu mencetak buku olahraga atau sepak bola.
BACA JUGA:Tren Olahraga Baru untuk Tahun 2025: Dari Virtual Fitness hingga Komunitas Lari Lokal
BACA JUGA:Konsep Sportopia Bikin Nge-Games, Berolahraga, dan Rekreasi Bisa Dijalankan Sekaligus
Situasi itu menyulitkan akademisi, peneliti, atau siapa pun yang tertarik melacak tentang perjalanan olahraga atau sepak bola Indonesia. Dosen komunikasi Universitas Muhammadiyah Yogyakarta (UMY) yang juga pegiat komunitas Bonek Writers Forum (BWF) Fajar Junaedi menyatakan bahwa dokumentasi olahraga dan sepak bola Indonesia justru bergantung pada pemberitaan media massa, bukan buku.
Fajar berkata, dirinya pernah berupaya melacak sejarah klub-klub sepak bola di Jawa Timur. Dan, fakta di lapangan sungguh menyedihkan. Tak banyak pengurus klub-klub sepak bola itu bisa menunjukkan arsip, buku, atau bahkan catatan resmi tentang sejarah atau perjalanan klub pada satu musim kompetisi yang diikutinya.
Oleh pengurus klub, Fajar malah diarahkan melacak sejarah klub dengan mendatangi kantor media massa lokal. Sebab, menurut pengurus klub, media massa setempatlah yang paling rajin dan konsisten mendokumentasikan perjalanan klub.
BACA JUGA:Olahraga Pasca-kateterisasi Jantung pada Penderita Jantung Koroner
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Sumber: