Soft Living, Cara Gen Z Menolak Hustle Culture

Soft Living, Cara Gen Z Menolak Hustle Culture

Soft living, tren hidup yang menggeser era hustle culture--The Independent

HARIAN DISWAY - Dalam beberapa tahun terakhir, muncul pergeseran besar dalam cara generasi muda memandang hidup dan bekerja.

Jika dahulu kesuksesan identik dengan kerja keras tanpa henti alias hustle culture, kini lain. Sekarang banyak anak muda, terutama Gen Z, yang justru memilih jalan sebaliknya: soft living

Soft living adalah gaya hidup yang mengedepankan ketenangan, kenyamanan, dan keseimbangan hidup. Alih-alih mengejar target tanpa henti, para pelaku soft living lebih fokus pada kebahagiaan personal, kesehatan mental, serta keberlanjutan hidup yang tidak melelahkan. Prinsip dasarnya cukup sederhana. Yakni hidup tak harus terburu-buru. 

Istilah itu menjadi populer di media sosial, khususnya TikTok dan Instagram, dengan konten-konten bertema “slow mornings”, “mindful living”, dan “romanticizing your life”.

Gen Z secara aktif menunjukkan bahwa mereka tidak ingin hidup untuk bekerja semata.

BACA JUGA:Alasan Banyak Anak Muda Tergoda Pinjol

Mengapa Gen Z Menolak Hustle Culture?


Hustle culture yang memprioritaskan kerja tanpa henti dapat berpengaruh pada kesehatan fisik maupun mental--Corwin Connect

Gen Z tumbuh di tengah perkembangan teknologi yang pesat, krisis iklim, pandemi global, dan ketidakpastian ekonomi.

Semua itu membuat mereka lebih reflektif terhadap hidup. Banyak yang menyadari bahwa hustle culture, meski dianggap glamor, gaya hidup itu sering kali berujung pada depresi, dan kehilangan arah hidup. 

Sebuah studi oleh Deloitte pada 2023 menunjukkan bahwa lebih dari 50 persen Gen Z merasa stres dengan tekanan pekerjaan yang berlebihan. Mereka juga lebih vokal dalam menyuarakan pentingnya work-life balance dan kesehatan mental.

BACA JUGA:5 Minute Rule, Strategi Mengatasi Penundaan Pekerjaan

Soft Living Bukan Malas-Malasan

Penting untuk dicatat bahwa soft living bukan berarti anti kerja keras atau hidup tanpa ambisi. Sebaliknya, itu adalah bentuk kesadaran bahwa hidup layak dinikmati. Dan tidak seharusnya dikorbankan demi produktivitas yang melelahkan. Mereka tetap bekerja, tapi tahu kapan harus beristirahat, dan kapan harus fokus pada diri sendiri.

Banyak Gen Z yang memilih pekerjaan remote, freelance, atau bahkan membuat usaha kecil-kecilan yang bisa mereka kelola sendiri. Semua itu dilakukan untuk mempertahankan otonomi hidup dan menghindari tekanan kerja konvensional. 

Peran Media Sosial


Di era teknologi, penggunaan sosial media sangat berperan penting dalam penyebaran soft living--Walden University

Media sosial memainkan peran besar dalam menyebarluaskan gaya hidup soft living. Konten-konten yang menampilkan rutinitas santai di pagi hari, waktu luang untuk membaca buku, memasak, atau sekadar duduk menikmati teh, dapat menjadi inspirasi bagi banyak orang.

BACA JUGA:9 Kebiasaan dalam Dunia Kerja yang Membuat Anda Terlihat Tidak Profesional

Di balik layar, itu adalah perlawanan terhadap budaya serba cepat. Dampaknya, sering membuat orang merasa tidak pernah cukup. 

Pilihan Gen Z untuk menjalani soft living adalah bentuk perlawanan halus terhadap sistem kerja dan gaya hidup yang tidak ramah terhadap kesejahteraan pribadi.

Di tengah hiruk pikuk dunia yang semakin kompetitif, mereka memilih untuk berjalan pelan, menikmati hidup, dan mendefinisikan sukses dengan cara mereka sendiri. Bukan soal siapa yang paling sibuk, tapi mengenai siapa yang paling bahagia dan damai dengan hidupnya. (*)

*) Mahasiswa magang dari prodi Sastra Inggris, Universitas Negeri Surabaya.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Sumber: berbagai sumber