Mulyono Sunda

ILUSTRASI Mulyono Sunda. Kang Dedi Mulyadi (KDM) alias Gubernur Jawa Barat Dedi Mulyadi terkesan melakukan copy paste terhadap langkah Jokowi. Karena itu, wajar jka ada yang menyebut KDM adalah "Mulyono Sunda".-Maulana Pamuji Gusti-Harian Disway-
Kata Harley, mengutip Brian McNair, komunikasi politik bukan hanya komunikasi dari aktor politik kepada pemilih untuk mencapai tujuan tertentu, melainkan juga komunikasi yang ditujukan kepada para politikus oleh pemilih dan jurnalis media serta komunikasi tentang aktor-aktor politik dan aktivitas mereka.
Dalam konteks itu, KDM dianggap sangat cerdik dalam memanfaatkan media sosial sebagai sarana komunikasi politik.
Harley melihat, ada kualitas pribadi KDM yang membuatnya piawai dalam melakukan komunikasi politik. KDM menjadi aktivis sejak mahasiswa. Ia menjadi ketua komisariat HMI (Himpunan Mahasiswa Islam) Purwakarta dan aktif dalam gerakan buruh.
KDM meniti karier politik sebagai anggota DPRD Purwakarta, kemudian menjadi wakil bupati sebelum terpilih sebagai bupati Purwakarta dua periode 2008–2018.
KDM menjadi ketua Golkar Jawa Barat 2016–2020. Pada pilgub 2019, ia maju sebagai cawagub mendampingi Deddy Mizwar. Tapi, kalah telak oleh Ridwan Kamil.
Pada pilgub 2024, KDM lompat pagar, pindah ke Partai Gerindra. Ia menang telak setelah Ridwan Kamil ”disingkirkan” ke Jakarta.
Harley melihat, dengan pengalaman yang panjang itu, KDM bisa memahami aspirasi rakyat Jabar. Ia memakai kekuasaannya untuk langsung berinteraksi dengan rakyat dan menyelesaikan berbagai persoalan yang selama ini buntu.
Doan Widhiandono mengingatkan bahwa fenomena KDM bukan hal yang baru dalam lanskap politik Indonesia. Kita pernah punya pemimpin yang dianggap lahir dari rakyat, dekat dengan rakyat, blusukan, dan masuk gorong-gorong.
Tapi, akhirnya banyak yang kecele dan kecewa. Ternyata semuanya hanya pencitraan dengan memanipulasi media. Karena itu, fenomena KDM tersebut harus dilihat dengan perspektif kritis. Ada kemungkinan pengulangan sejarah dan masyarakat Indonesia kecewa dua kali.
Lutfil Item punya pandangan yang berbeda dengan Harley Prayudha. Menurutnya, apa yang dilakukan KDM harus dilihat dari perspektif hukum tata negara yang benar.
Dalam banyak kasus yang viral, KDM banyak melampaui kewenangannya sebagai gubernur. KDM harus bisa membedakan perannya sebagai gubernur atau sebagai youtuber.
Item merujuk pada Undang-Undang Otonomi Daerah 2004 yang menegaskan bahwa fungsi gubernur sebenarnya lebih bersifat koordinatif. Gubernur tidak mempunyai kewenangan untuk melakukan intervensi terhadap kebijakan kepala daerah di level bupati dan wali kota.
Bupati dan wali kota itu dipilih langsung oleh rakyat dan mendapat mandat dari rakyat di daerahnya. Kontestasi itu membutuhkan biaya dan tenaga yang besar. Kalau kemudian kepala daerah itu diintervensi gubernur, tentu akan timbul gesekan.
Item memberikan contoh Gubernur Jatim Khofifah Indar Parawansa yang tidak banyak main medsos, tapi bekerja lebih konkret. Khofifah menjalin kerja sama perdagangan dengan banyak pemerintah provinsi di berbagai wilayah Indonesia sehingga tercapai hubungan dagang yang saling menguntungkan.
Fungsi koordinatif yang dilakukan Khofifah itu lebih pas dengan tupoksinya sebagai gubernur. Dengan menjalankan fungsi koordinatif itu, Khofifah sebenaranya sudah menjalankan fungsi kepresidenan. Begitu klaim Lutfil Item.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Sumber: