RUU Perampasan Aset dan Skenario Terburuk untuk Demokrasi Indonesia 2025

Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) dorong pemerintah dalam mengesahkan Rancangan Undang-Undang Perampasan Aset. -dok disway-
Dalam menghindari skenario terburuk penyalahgunaan RUU Perampasan Aset, integrasi langkah-langkah mitigasi yang kuat dalam rancangan undang-undang serta implementasinya menjadi sebuah keharusan.
Pertama, pembentukan lembaga pengawas yang independen dan melibatkan berbagai elemen masyarakat seperti sipil, akademisi, dan ahli hukum, memegang peranan krusial dalam mengawasi setiap tahapan proses perampasan aset.
Presiden Prabowo Subianto menyatakan mendukung Undang-Undang (UU) Perampasan Aset untuk disahkan. -dok disway-
Kedua, definisi aset yang dapat dirampas harus dibuat secara presisi dan terbatas, fokus pada tindak pidana korupsi serta kejahatan ekonomi serius lainnya, dengan batasan yang jelas agar tidak meluas ke ranah pidana umum.
Ketiga, jaminan atas proses hukum yang adil bagi tersangka atau pemilik aset, termasuk akses informasi dan kesempatan membuktikan keabsahan asal-usul aset, tidak boleh diabaikan.
Keempat, seluruh alur proses perampasan aset, mulai dari penyidikan hingga pemanfaatan aset yang telah dirampas, harus dilaksanakan secara transparan dan akuntabel, dengan melibatkan partisipasi aktif publik dalam pengawasannya.
BACA JUGA:Jokowi Minta RUU Perampasan Aset Dipercepat DPR, KSP: Publik Mendukung!
Terakhir, RUU ini harus memuat mekanisme kontrol dan keseimbangan kekuasaan yang tegas guna mencegah potensi penyalahgunaan wewenang oleh aparat penegak hukum maupun pihak-pihak dengan kepentingan politik tertentu.
Menjaga Demokrasi di Tengah Gelombang Pemberantasan Korupsi
RUU Perampasan Aset adalah pedang bermata dua. Jika diimplementasikan dengan benar dan dengan pengawalan yang ketat, ia dapat menjadi senjata ampuh dalam memberantas korupsi dan memulihkan kerugian negara.
Namun, jika tidak dirancang dan dilaksanakan dengan mempertimbangkan potensi risiko politisasi dan celah hukum, RUU ini justru dapat menjadi ancaman serius bagi demokrasi Indonesia tahun 2025.
BACA JUGA:RUU Perampasan Aset Segera Diserahkan ke DPR
Skenario terburuk ketika RUU Perampasan Aset digunakan sebagai alat represi politik bukanlah isapan jempol belaka. Dalam konteks politik yang dinamis dan terkadang penuh intrik, kekuasaan negara yang tidak terkontrol dapat dengan mudah disalahgunakan.
Dengan demikian, sambil mendukung upaya pemberantasan korupsi, kita juga harus berdiri teguh menjaga fondasi demokrasi, memastikan bahwa setiap kekuasaan yang diberikan oleh undang-undang disertai dengan mekanisme kontrol dan akuntabilitas yang kuat. Masa depan demokrasi Indonesia sangat bergantung pada bagaimana kita merespons dan mengawal RUU Perampasan Aset ini. (*)
Teddy Afriansyah--
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Sumber: