Transformasi Peran Pemerintah dalam 25 Tahun Reformasi: Dari Penguasa ke Mitra

ILUSTRASI Transformasi Peran Pemerintah dalam 25 Tahun Reformasi: Dari Penguasa ke Mitra.-Maulana Pamuji Gusti-Harian Disway-
Pengalaman itu bukan teori belaka. Saat menjabat bupati Bojonegoro periode 2008–2018, saya mengalami langsung bagaimana transformasi pemerintahan menuju kolaborasi nyata dapat berdampak besar.
Kami mengusung semangat ”Bekerja Bersama Rakyat” bukan sebagai jargon, tetapi sebagai pendekatan sistemik.
Bojonegoro terpilih sebagai 1 di antara 15 daerah pionir di dunia pada level sub-nasional dalam inisiatif open government partnership (OGP) global.
Itu bukan prestasi simbolis, melainkan pengakuan atas bagaimana pemerintah daerah membuka diri: berbagi data, melibatkan masyarakat dalam perencanaan, dan transparan dalam pengelolaan sumber daya.
Pendekatan itu terbukti efektif. Dalam delapan tahun, angka kemiskinan berhasil ditekan hingga turun hampir 50 persen. Itu bukan semata hasil kebijakan birokratis, melainkan juga buah dari gotong royong lintas pelaku pembangunan –dari petani, guru, wirausaha, hingga aparat desa.
Kami tidak hanya menyusun program dari kantor, tetapi juga hadir di tengah warga, mendengar langsung, dan merumuskan solusi bersama.
NEGARA SEBAGAI ENTITAS PRODUKSI DAN INVESTASI KEHIDUPAN
Untuk benar-benar bekerja bersama rakyat, pemerintah perlu mengubah cara berpikir. Salah satu pendekatan baru yang relevan adalah melihat negara sebagai entitas produksi –sebuah ekosistem yang menghasilkan nilai.
Dalam hal ini, negara harus menjaga modal dasar seperti alam, manusia, sosial, spiritual, dan infrastruktur.
Pandangan itu selaras dengan kerangka five capitals dari forum for the future (UK): natural, human, social, manufactured, dan financial capital. Kebijakan publik seharusnya menjaga lima modal itu agar pembangunan benar-benar berkelanjutan.
Misalnya, dalam mengatasi kemiskinan, pendekatan tradisional hanya fokus pada bantuan sosial. Namun, kini pemerintah melihatnya sebagai kegagalan sistem dalam menciptakan pendapatan.
Solusinya? Pendidikan yang berkualitas, kewirausahaan, dan perluasan akses pasar –bukan sekadar subsidi.
DARI ”MONEY FOLLOWS FUNCTION” KE ”MONEY FOLLOWS MISSION”
Transformasi berpikir juga terjadi dalam penganggaran. Jika dahulu paradigma umum adalah money follows function (anggaran mengikuti struktur), kini mulai bergeser ke money follows mission (anggaran mengikuti solusi atas masalah rakyat).
Seperti dikatakan Mariana Mazzucato, pakar ekonomi inovasi dari UCL, pemerintah harus berani menjadi mission-oriented, menciptakan solusi sistemik yang tidak disediakan pasar.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Sumber: