Regenerasi Teroris SMA

ILUSTRASI Regenerasi Teroris SMA.-Maulana Pamuji Gusti-Harian Disway-
Tim memiliki akses ke 15 calon pelaku bom bunuh diri yang gagal, yang ditahan di penjara karena percobaan serangan yang berkaitan dengan konflik Israel-Palestina.
Lima orang dari kelompok itu dikirim Hamas, 5 oleh Jihad Islam Palestina, dan 5 dari Brigade Syuhada Al-Aqsa Fatah.
Merari dan timnya juga mewawancarai para penyelenggara serangan bunuh diri, semuanya dari kelompok yang sama.
Di samping para penyelenggara dan pelaku bom yang gagal, terdapat kelompok kontrol. Yakni, 12 orang yang telah diadili dan dipenjara karena berbagai kegiatan kekerasan politik, mulai pelemparan batu hingga serangan bersenjata.
Tantangan pertama bagi tim Merari adalah meyakinkan para tahanan untuk berbicara. Para tahanan bersikeras untuk mendapatkan dukungan dari anggota organisasi mereka yang berpangkat lebih tinggi.
Merari di acara All in the Mind di Radio 4: ”Saya memberi tahu mereka mengapa kami ingin melaksanakan proyek ini, penelitian ini.”
Dilanjut: ”Terjadi diskusi yang sangat hidup. Akhirnya mereka setuju untuk berpartisipasi dan itu memang menjadi kunci untuk mendapatkan persetujuan dari penyelenggara lainnya.”
Hasilnya, peneliti menemukan pola pikir pelaku. Disimpulkan, pelaku adalah orang yang tidak mampu mengatasi situasi yang menegangkan. Tidak mampu melihat gambaran yang lebih besar. Pelaku sudah dicuci otak (brainwashing) oleh pimpinan di komunitasnya, dan pelaku diintimidasi pimpinan itu.
Sementara itu, pemimpin yang mengoordinasikan bom bunuh diri digambarkan sebagai orang yang punya ego yang lebih besar daripada rata-rata. Ia siap secara mental menangani stres.
Tapi, pimpinan tidak mau melakukan sendiri serangan bom bunuh diri. Ia ogah. Sebab, seandainya ia yang melakukan, tidak ada lagi orang yang mengindoktrinasi generasi muda untuk menjadi pengebom bunuh diri.
Dari hasil riset itu, bisa disimpulkan, terjawablah pertanyaan, mengapa bom bunuh diri tidak bertahan lama. Atau, mengapa pengebom bunuh diri cuma muncul di suatu waktu pada masa sekitar satu dekade lalu, kemudian kian lama kian surut. Mengapa tidak bertahan lama?
Semua pertanyaan tersebut terjawab melalui riset tersebut. Jawabnya, hal itu hasil tipuan teroris tua terhadap anak muda yang sedang galau. Teroris tua tersebut ingin bikin keributan. Dengan bom bunuh diri. Dengan begitu, ia bangga. Sebab, egonya melebihi rata-rata.
Tapi, pelakunya bukan si teroris tua itu sendiri. Ia menipu anak muda, dengan indoktrinasi.
Tipuan, lama-lama pasti bakal ketahuan. Tidak ada tipuan yang bertahan selamanya. Dalam hal ini, korban yang ditipu sudah mati bersama bomnya. Ia tidak paham sampai mati. Namun, calon korban berikutnya tahu, bahwa itu suatu tipuan.
Cara tahunya gampang: membalikkan pertanyaan, apakah si teroris senior siap menjalankan misi bom bunuh diri? Bukan cuma menunjuk orang?
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Sumber: