TBC Masih Mengancam, Perlunya Penguatan Preventif dan Promotif Berbasis Local Wisdom

TBC Masih Mengancam, Perlunya Penguatan Preventif dan Promotif Berbasis Local Wisdom

ILUSTRASI TBC Masih Mengancam, Perlunya Penguatan Preventif dan Promotif Berbasis Local Wisdom.-Maulana Pamuji Gusti-Harian Disway-

HINGGA SAAT INI tuberkulosis (TBC) tidak pernah nol. Kasusnya selalu meningkat dan ada penambahan kasus baru. Banyak anggaran pemerintah yang dialokasikan pada program pengobatan TBC yang seharusnya dapat dialokasikan untuk program pemerintah yang lebih produktif. 

Tuberkulosis tetap menjadi ancaman serius bagi kesehatan masyarakat Indonesia. Data Kementerian Kesehatan RI mencatat 717.941 kasus TBC terlaporkan pada 2022, naik drastis dari tahun sebelumnya. 

Namun, angka  itu masih jauh dari estimasi WHO yang  menyebutkan 824.000 kasus per tahun di Indonesia. Artinya, sekitar 15 persen penderita belum terdiagnosis. Di tengah upaya pemerintah mengejar target eliminasi TBC 2030, kebijakan yang ada masih terlalu fokus pada aspek kuratif (pengobatan) dan abai terhadap pencegahan berbasis akar budaya. 

BACA JUGA:BPOM Pastikan Uji Klinis Tahap 3 Vaksin TBC Bill Gates Aman: Tidak Berisiko Membahayakan Jiwa

BACA JUGA:Mengapa Indonesia Jadi Tempat Uji Vaksin TBC Bill Gates? Ini dia 5 Alasannya

Padahal, TBC bukan sekadar masalah medis, melainkan cermin kegagalan sistem kesehatan dalam menyentuh aspek sosial-budaya masyarakat. Selama penderita TBC dan masyarakat belum sadar tentang penularan TBC di masyarakat, penyakit itu akan tetap ditemukan dan makin bertambah.

KEBIJAKAN SENTRALISTIS YANG MENGABAIKAN KEARIFAN LOKAL

Program penanggulangan TBC di Indonesia selama ini didominasi pendekatan top-down dengan intervensi seragam dari pusat. Contohnya, program TB Free Village yang digaungkan Kemenkes kerap tidak adaptif dengan dinamika lokal. 

Di wilayah perdesaan Jawa Timur, misalnya, stigma bahwa TBC adalah penyakit kutukan masih kuat. Namun, sosialisasi program lebih mengandalkan seminar formal di balai desa ketimbang melibatkan tokoh adat atau menggunakan media budaya seperti ludruk atau wayang untuk edukasi.

BACA JUGA:Menkes Ungkap Keuntungan Indonesia Jadi Tempat Uji Coba Vaksin TBC Bill Gates

BACA JUGA:Jengkel Banyak Penderita TBC Mangkir Pengobatan Gratis, Eri Cahyadi Akan Bekukan KTP dan BPJS

Padahal, studi LPPM Universitas Airlangga (2022) di Kabupaten Bangkalan menunjukkan bahwa partisipasi dukun bayi dan kader posyandu dalam deteksi dini TBC mampu meningkatkan pelaporan kasus hingga 40 persen. 

Sayangnya, program nasional belum mengakomodasi model kolaborasi itu karena rigiditas anggaran yang hanya mengalir ke sektor medis formal.

Semua sektor dalam layanan kesehatan memiliki tanggung jawab dalam pengentasan TBC. Kerja sama lintas program menjadi pintu keberhasilan untuk penemuan kasus baru dan tindak lanjut dari program pengobatan. Selama kasus baru tidak ditemukan dengan segera, penularan akan makin bertambah.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Sumber: