TBC Masih Mengancam, Perlunya Penguatan Preventif dan Promotif Berbasis Local Wisdom

TBC Masih Mengancam, Perlunya Penguatan Preventif dan Promotif Berbasis Local Wisdom

ILUSTRASI TBC Masih Mengancam, Perlunya Penguatan Preventif dan Promotif Berbasis Local Wisdom.-Maulana Pamuji Gusti-Harian Disway-

Ketiga, revitalisasi tradisi untuk penguatan imunitas. Promosikan kembali jamu sebagai bagian dari terapi pendamping TBC. Penelitian Universitas Gadjah Mada (2022) membuktikan, kunyit dan temulawak dalam jamu mampu mengurangi efek samping obat TBC.

Hidupkan kembali gerakan kerja bakti berskala rutin untuk menjaga kebersihan lingkungan, terutama di permukiman padat.

Keempat, sistem pelaporan inklusif berbasis komunitas. Manfaatkan platform digital seperti WhatsApp group (WAG) RT/RW untuk pelaporan gejala TBC, dipadukan dengan pertemuan kopdar bulanan. Model itu sukses dijalankan di Desa Tulungagung dengan tingkat pelaporan 95 persen.

SAATNYA KEMBALI KE AKAR BUDAYA

TBC adalah cermin dari ketimpangan sosial dan kegagalan sistem kesehatan yang terlalu biomedis. Untuk mengatasinya, kita tidak bisa mengandalkan obat dan vaksin semata. 

Dibutuhkan pendekatan yang menyentuh hati masyarakat melalui nilai-nilai budaya yang mereka percaya. Seperti kata peribahasa Jawa, ”Nggayuh ngisor, nggayuh ndhuwur” (meraih yang di bawah, meraih yang di atas): pencegahan TBC harus dimulai dari akar rumput, bukan sekadar jargon di atas kertas. 

Pemerintah perlu berani mendesentralisasikan program TBC dan memberikan ruang bagi kearifan lokal untuk menjadi ujung tombak perang melawan silent killer itu. (*)

*) Ida Zuhroidah adalah mahasiswa S-3 ilmu kesehatan masyarakat, Fakultas Kedokteran, Universitas Sebelas Maret; pemerhati kebijakan kesehatan berbasis kearifan lokal.

 

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Sumber: