Yuk, Kita Lebih Teliti kalau Makan di Restoran, Jangan Sampai Tertipu

ILUSTRASI Yuk, Kita Lebih Teliti kalau Makan di Restoran, Jangan Sampai Tertipu.-Maulana Pamuji Gusti-Harian Disway-
Dalam kasus Widuran, Wakil Ketua Umum MUI Anwar Abbas menyampaikan dengan tegas, ”Ketidaktahuan pelaku tidak membebaskan dari tanggung jawab hukum. Ini bentuk pembiaran yang tidak bisa dibiarkan.”
Pernyataan itu harus dipahami sebagai panggilan moral, bukan sekadar dorongan hukum. Penegak hukum perlu bertindak cepat dan adil, tidak untuk menghukum membabi buta, tetapi agar menjadi pembelajaran nasional bagi ribuan pelaku usaha lainnya.
BACA JUGA:Sanksi Jaminan Halal
BACA JUGA:Hulu Jaminan Produk Halal
BUKANKAH EKOSISTEM HALAL SUDAH DICANANGKAN?
Kita tidak bisa terus mengandalkan pihak lain untuk menjaga apa yang kita makan. Umat harus mulai dari diri sendiri: bertanya, mencari informasi, dan selektif dalam konsumsi.
Di saat yang sama, pelaku usaha harus sadar bahwa transparansi bukan hanya strategi bisnis, melainkan juga tanggung jawab moral. Penegak hukum dan regulator pun harus memastikan bahwa aturan yang dibuat benar-benar ditegakkan demi keadilan dan kemaslahatan.
Mari, kita jadikan momentum ini sebagai pelajaran. Juga, peringatan keras kepada pengusaha kuliner dan restoran bahwa umat punya hak untuk tahu. Pelaku usaha punya kewajiban untuk jujur. Pemerintah pun punya amanah untuk melindungi. Jika kita semua bergerak dari kesadaran itu, insya Allah kita bisa membangun Indonesia yang bersih, adil, dan penuh berkah.
BACA JUGA: Berebut Pasar Halal
BACA JUGA:Logo Halal
IMBAUAN MEWAKILI ICMI JATIM
Sebagai ketua umum ICMI Jawa Timur, saya memandang bahwa peristiwa ini harus menjadi pengingat penting bagi kita semua. Terutama buat umat Islam di seluruh Indonesia. Mari, kita lebih bijak dan cerdas dalam mengonsumsi makanan. Jangan sungkan untuk bertanya, jangan ragu untuk meneliti.
Kita punya hak untuk tahu apa yang kita makan dan kita punya tanggung jawab kepada Allah untuk menjaga diri dari yang haram maupun yang syubhat. Kita tidak sedang paranoid, tetapi kita sedang menjalankan perintah dan ajaran agama dengan benar. Sebab, menjaga kehalalan itu bagian dari ketakwaan.
Kepada para pelaku usaha kuliner di seluruh penjuru negeri,transparansi adalah kunci kepercayaan. Jika memang menjual makanan nonhalal, sampaikan dengan jujur dan terbuka. Jangan biarkan konsumen muslim membeli dalam ketidaktahuan. Jangan abaikan nilai-nilai mayoritas demi keuntungan sesaat.
BACA JUGA:Self-Declare: Solusi atau Masalah dalam Sertifikasi Halal?
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Sumber: