Label Nonhalal

ILUSTRASI Label Nonhalal.-Maulana Pamuji Gusti-Harian Disway-
RUMAH MAKAN Ayam Goreng Widuran Solo diperbolehkan buka kembali. Tapi, harus men-declare: Nonhalal. Itu pernyataan Wali Kota Solo Respati Ardi setelah hasil uji laboratorium menyatakan bahwa sampel produk rumah makan legendaris itu layak makan.
Hasil uji laboratorium itu tidak berkaitan dengan kehalalan produk. Sebab, otoritas uji kehalalan ada di Badan Penyelenggara Jaminan Produk Halal (BPJPH). Dengan begitu, jika buka kembali, jelas bahwa Widuran menjual ayam goreng nonhalal.
Bolehkah menjual makanan haram? Sesuai Undang-Undang No 33 Tahun 2014 tentang Jaminan Produk Halal (JPH), jelas boleh. Namun, ada ketentuannya: mencantumkan keterangan tidak halal. Penjelasan Pasal 26 UU JPH menerangkannya sebagai pernyataan tidak halal yang tidak terpisahkan dari produk. Wujudnya dapat berupa gambar, tanda, dan/atau tulisan.
BACA JUGA:Ayam Goreng Widuran Disorot Netizen Usai Terungkap Non-Halal
BACA JUGA:Yuk, Kita Lebih Teliti kalau Makan di Restoran, Jangan Sampai Tertipu
Oleh karena itu, kewajiban yang berlaku untuk produk-produk tidak halal, termasuk Ayam Goreng Widuran, adalah mencantumkan keterangan tidak halal. Derngan begitu, konsumen dapat dengan mudah memastikan ketidakhalalan suatu produk sebagaimana peran label halal untuk produk halal.
Seperti label halal, keterangan tidak halal juga harus mudah untuk dilihat dan dibaca konsumen. Berdasar Pasal 94 Peraturan Pemerintah Nomor 39 Tahun 2021 tentang Penyelenggaraan Jaminan Produk Halal (PPJPH), keterangan tidak halal harus mudah dilihat dan dibaca serta tidak mudah dihapus, dilepas, dan dirusak.
Dengan kewajiban itu, sepatutnya restoran dan rumah makan yang menyajikan makanan dan diminum tidak halal memajang keterangan tidak halal di depan restoran. Harus menonjol sehingga mudah dikenali konsumen. Seperti restoran dan rumah makan yang telah bersertifikat halal memajang label halal.
BACA JUGA:Mencermati Peluang Ekspor Produk Halal pada 2025
BACA JUGA:Self-Declare: Solusi atau Masalah dalam Sertifikasi Halal?
Dengan demikian, tidak perlu lagi terjadi konsumen muslim masuk ke restoran atau rumah makan yang jelas menyajikan makanan dan minuman tidak halal. Cara yang sama berlaku pula untuk produk-produk lain yang terikat kewajiban sertifikat halal baru pada tahun 2026 dan seterusnya.
Bahkan, berbeda dengan penerapan jaminan produk halal yang bertahap, tidak ada kewajiban pencantuman keterangan tidak halal bertahap. Tidak ada satu pun ketentuan dalam UU JPH dan peraturan pelaksananya yang mengatur bahwa kewajiban itu mengikuti tahapan kewajiban bersertifikat halal.
Oleh karena itu, produk yang sudah jelas menggunakan bahan tidak halal –seperti babi dan khamr– justru telah wajib mencantumkan keterangan tidak halal sejak berlakunya UU JPH pada 17 Oktober 2014. Sangat disayangkan, hingga saat ini belum cukup kesadaran dari pelaku usaha di dalam negeri untuk memenuhi kewajiban itu.
BACA JUGA:Sanksi Jaminan Halal
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Sumber: