Robohnya Media Massa Kami

Robohnya Media Massa Kami

ILUSTRASI A.A.I. Prihandari Satvikadewi .-Maulana Pamuji Gusti-Harian Disway-

APA PUN yang kita ketahui tentang masyarakat dan dunia tempat kita hidup, kita mengetahuinya melalui media massa,” tulis Niklas Luhmann dalam karya terkenalnya, The Reality of the Mass Media

Namun, hari ini pernyataan itu menggantung: masihkah media massa menjadi sumber utama pengetahuan kolektif kita? Di tengah riuh rendah media sosial, dominasi media massa tampak goyah. Dan mungkin, telah roboh. 

Dalam cerpen Robohnya Surau Kami, A.A. Navis berkisah tentang kakek penjaga surau yang taat, galau saat mendengar bahwa kelak Tuhan justru akan memasukkan orang-orang sepertinya ke neraka. 

BACA JUGA:Masa Depan Media Massa Indonesia: Dari Krisis Menuju Transformasi

BACA JUGA:Rancangan Perpres Hak Penerbit: Payung Hukum Jurnalisme dan Industri Media Massa

Kata Tuhan, tak ada yang salah dengan beribadah dan berdoa sepanjang hari, tapi mengapa demi surga ia malah meninggalkan kerja, mengabaikan kaumnya, menelantarkan keluarga, bahkan dirinya sendiri? Padahal, jelas-jelas ia hidup di bumi? 

Penjaga surau itu akhirnya bunuh diri. Surau yang tak lagi dijaga pun pelahan roboh, ditinggalkan masyarakat yang bahkan tak paham, mengapa surau harus ada.

Seseorang bisa dengan yakin merasa benar –sampai realitas menunjukkan sebaliknya. Bukankah itu juga yang terjadi pada media massa kita hari ini? 

Media massa bisa saja merasa telah melakukan apa pun yang dianggap sebagai kebenaran: menyampaikan fakta, menyaring berita, menjaga ruang publik, ketika internet datang mereka berkonvergensi, ketika medsos hadir mereka beradaptasi. 

Namun, krisis tetap terjadi. Koran kehabisan pelanggan, radio kehilangan pendengar, televisi susah payah mempertahankan pemirsa. Komunikasi publik berpindah, otoritas hancur, media massa tak lagi menjadi rumah bagi realitas bersama.

MEDIA MASSA MENURUT LUHMANN

Memahami krisis media saat ini dengan kacamata Luhmann berarti menerima tawaran pendekatannya yang radikal. Luhmann tidak melihat media sebagai alat penyampai pesan atau sekadar jendela ke dunia luar. 

Baginya, media massa adalah sistem sosial otonom yang hidup berdasarkan logika internalnya sendiri. Ia menyebutnya sebagai sistem autopoietik. Yakni, sistem yang mereproduksi dirinya sendiri melalui komunikasi, bukan oleh individu atau institusi eksternal.

Sistem itu bekerja dengan kode biner: informasi vs noninformasi. Artinya, media massa memilih apa yang layak diberitakan berdasarkan nilai kebaruan, kejutan, dan relevansi. Berita bukan sekadar cermin dunia nyata, melainkan hasil dari seleksi internal media. 

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Sumber: