Cerita Diaspora oleh Mushonnifun Faiz Sugihartanto (3): Mewujudkan Visualisasi Novel

Cerita Diaspora oleh Mushonnifun Faiz Sugihartanto (3): Mewujudkan Visualisasi Novel

Seperti dalam novel Ayat-Ayat Cinta 2, Mushonnifun Faiz Sugihartanto sempat ke Edinburgh dan mengunjungi University of Edinburgh.--Mushonnifun Faiz Sugihartanto

Di akhir pekan tiga minggu setelahnya, saya pergi bersama teman-teman ke London. Bagi saya pribadi, perjalanan ini pun kembali mewujudkan apa yang pernah saya visualisasikan dalam angan belasan tahun sebelumnya.


Mushonnifun Faiz Sugihartanto di Edensor, sebuah tempat yang seolah keluar dari halaman novel yang pernah dibacanya (kanan), dan di depan Big Ben, London (kiri).--Mushonnifun Faiz Sugihartanto

Setelah mewujudkan visualisasi dari novel Edensor dan Negeri 5 Menara, ada satu novel lagi yang saya baca lima tahun setelahnya atau pada 2015: Ayat-Ayat Cinta 2 buah karya Habiburrahman El-Shirazy. Novel yang mengambil latar Kota Edinburgh, sebuah kota tua yang berdiri di atas tujuh bukit. 

BACA JUGA: Cerita Diaspora dari Marisa Tania (4): Beyond the Runway; Cerita dari San Francisco

Saya masih ingat betapa Habiburrrahman melukiskan kota tersebut dalam novelnya tentang kota yang di penuhi bangunan tua. Bahkan seolah seumpama postcard hidup. Dari Edinburgh Castle, Palce of Holyroodhouse, The Scott Monument, Gladstone’s Land, hingga University Edinburgh. Akhirnya, tujuh tahun setelahnya, saya berkesempatan langsung menyaksikan kota tersebut.

Pertengahan Desember 2022, program Bridging Course selesai. Saya kembali pulang ke Indonesia. Dua bulan kemudian, Februari 2023, saya mendapatkan email dari University of Sheffield kala tengah malam sebelum saya tidur. 

Waktu itu saya berdebar-debar saat membukanya. Eh, ternyata saya gagal di tahap administrasi. Dari pihak admisi menyatakan bahwa proposal saya tidak layak. Padahal pada waktu itu saya sudah melalui diskusi dengan calon supervisor

BACA JUGA: Cerita Diaspora oleh Yunaz Karaman (6): Cappadocia di Depan Mata


Di Helsinki, Finlandia, kini Mushonnifun Faiz Sugihartanto menjadi diaspora. Tampak ia bersama anak saat berjalan-jalan menikmati salju di Seurasaarenselkä.--Mushonnifun Faiz Sugihartanto

Malam itu saya tidak bisa tidur. Saya sedih sesedih-sedihnya. Bagaimana pun saya sudah mengorbankan waktu sampai berkelana ke Inggris, meninggalkan istri dan anak saya yang pada waktu itu memasuki masa awal MPASI, tapi tetap saja gagal di tahap administrasi. 

Segera saya email calon pembimbing saya di Sheffield. Kami mencoba membenahi lagi proposalnya. Tapi ternyata, perjalanan saya hingga ke Inggris masih berakhir dengan kegagalan untuk kesekian kalinya. Seberliku itu menuju Finlandia. (*)

*) Doctoral Researcher, Hanken School of Economics, Helsinki, Finlandia


Mushonnifun Faiz Sugihartanto*

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Sumber: