Ekonomi Tiongkok Tak Tergoyahkan

INDEKS BUSAA HANGSENG tergambar pada monitor besar di Hongkong, 11 Juli 2025. Ekonomi Tiongkok tetap mantap meski digundang isu perang dagang. -PETER PARKS-AFP-
“Program itu tidak benar-benar menyentuh akar masalah mengapa konsumen berhati-hati. Misalnya, pendapatan yang stagnan, keamanan kerja yang lemah, dan sentimen yang rapuh,” kata Sarah Tan, ekonom di Moody’s Analytics.
BACA JUGA:Honor Magic V5 Resmi Diluncurkan di Tiongkok: Usung Snapdragon 8 Elite dan Layar Lipat 2K 7,95 Inci
BACA JUGA:Deal, AS-Tiongkok Capai Kesepakatan Dagang
Tan memperingatkan bahwa pemulihan ekonomi Tiongkok bisa kehilangan momentum pada semester kedua. Itu jika tidak ada dukungan kebijakan yang lebih kuat. Atau tidak ada reformasi struktur yang nyata untuk mendongkrak pendapat rumah tangga.
"Perdagangan eksternal saja tidak cukup untuk menutup lemahnya permintaan domestik," ujarnya.
Sementara itu, target pertumbuhan tahunan yang ditetapkan Beijing sebesar lima persen dipandang ambisius. Kuartal pertama memang menunjukkan pertumbuhan 5,4 persen. Melebihi ekspektasi. Namun, hal tersebut didorong oleh manufaktur dan ekspor. Bukan konsumsi domestik.
"Tapi karena permintaan domestik tetap lemah, pertumbuhan itu bersifat deflasi. Tanpa menciptakan lapangan kerja. Dan tanpa keuntungan," tulis Larry Hu dan Yuxiao Zhang dari Macquarie.
Ketahanan ekonomi Tiongkok dalam menghadapi tekanan eksternal saat ini sangat bergantung pada dua hal. Yaktu, relasi perdagangan dengan Amerika Serikat dan kemampuan pemerintah untuk menggairahkan konsumsi dalam negeri.
BERBAGAI PRODUJK ALUMINIUM dipamerkan pada Aluminium China 2025 Trade Fair di Shanghai, 10 Juli 2025.-HECTOR RETAMAL-AFP-
Penurunan suku bunga menjadi salah satu opsi yang sedang dipertimbangkan. Namun, sejauh ini kebijakan tersebut belum digunakan secara penuh.
Menurut Hu dan Zhang, “Tanpa stimulus kebijakan yang kuat, sulit keluar dari spiral deflasi yang sedang berlangsung.”
Namun mereka mencatat, para pembuat kebijakan tidak berambisi melampaui target lima persen. Sehingga, stimulus besar-besaran tampaknya tidak akan dilakukan kecuali ekspor benar-benar melambat secara signifikan.
BACA JUGA:Sinergi RI–Tiongkok, Samator Bentuk Task Force Bersama Bidang Gas Industri
Pertumbuhan 5,2 persen di tengah tekanan global memang patut diapresiasi. Namun di balik angka itu tersembunyi tantangan besar yang belum terpecahkan. Bagaimana mengubah mesin ekonomi agar tidak terus-menerus bergantung pada permintaan eksternal yang tidak pasti. (*)
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Sumber: