Ekonomi Tiongkok Tak Tergoyahkan

Ekonomi Tiongkok Tak Tergoyahkan

INDEKS BUSAA HANGSENG tergambar pada monitor besar di Hongkong, 11 Juli 2025. Ekonomi Tiongkok tetap mantap meski digundang isu perang dagang. -PETER PARKS-AFP-

TEKANAN eksternal memang meningkat. Bayang-bayang perang dagang juga kembali menghangat. Tapi, ekonomi Tiongkok menunjukkan daya tahannya. Diperkirakan tumbuh sebesar 5,2 persen pada kuartal kedua 2025 dibandingkan tahun lalu. Data itu muncul berdasar jajak pendapat Agence France-Presse yang dirilis pada Jumat, 11 Juli 2025.

Angka itu memberi sinyal bahwa mesin ekonomi terbesar kedua di dunia itu masih mampu melaju. Meski napas kadang tersengal.

Pertumbuhan itu didorong terutama oleh ekspor yang kuat. Tiongkok kini semakin bergantung pada perdagangan luar negeri. Agar roda ekonomi terus melaju. Mereka pun berjibaku menghadapi kebijakan tarif tinggi dari Presiden Amerika Serikat Donald Trump.

Anda sudah tahu, sejak kembali menjabat pada Januari 2025, Trump memberlakukan tarif terhadap Tiongkok dan sebagian besar mitra dagang besar lainnya. Kebijakan itu mengguncang fondasi ekspor Tiongkok. Justru saat sektor tersebut menjadi tumpuan utama.

BACA JUGA:Sinyal Positif AS-Tiongkok, Pertemuan Hangat di Forum ASEAN

BACA JUGA:Jelajah Bangunan Terbengkalai, Hobi Anyar Anak Muda Tiongkok

"April adalah bulan yang sangat baik bagi ekspor mengingat tarif impor AS yang tinggi pada bulan itu," kata Alicia Garcia-Herrero, Kepala Ekonom Asia Pasifik di Natixis. Namun, dia memperingatkan bahwa tren tersebut kemungkinan tidak akan berlanjut.

“Kinerja yang kuat itu mendorong revisi terhadap proyeksi pertumbuhan kuartal kedua. Saya perkirakan pertumbuhan jauh lebih lemah pada sisa tahun ini.”

Sinyal tekanan domestik sudah mulai terlihat. Indeks harga produsen, indikator harga barang grosir dari pabrik, turun 3,6 persen pada Juni dibandingkan tahun sebelumnya.

Penurunan itu merupakan yang tercepat dalam hampir dua tahun. Sementara itu, harga konsumen nyaris keluar dari periode deflasi selama empat bulan. Dan itu belum cukup kuat untuk menunjukkan pemulihan yang stabil.


PENJUALAN LIFESTREAMING di Yantai, Provinsi Shandong, Tiongkok, 26 Juni 2025. Komoditas sampai ke tangan konsumen dengan menangkas rantai distribusi.-ADEK BERRY-AFP-

"Tekanan deflasi belum mereda. Indikator pasar tenaga kerja masih mengecewakan," ujar Betty Wang, ekonom utama Oxford Economics. "Kami tetap berhati-hati dalam melihat prospek untuk sisa tahun ini," tambahnya.

Kondisi itu menegaskan tantangan struktural yang dihadapi Tiongkok. Ketergantungan yang terus-menerus pada ekspor dan manufaktur dinilai tidak cukup untuk menopang pertumbuhan berkelanjutan. Banyak analis menilai bahwa Tiongkok harus segera menggeser model pertumbuhannya ke arah konsumsi domestik yang lebih kuat. Namun, upaya ke arah itu masih menghadapi hambatan serius.

Pemerintah Beijing meluncurkan berbagai stimulus sejak tahun lalu untuk mendorong konsumsi. Di antaranya adalah skema subsidi tukar-tambah barang konsumsi yang sempat mendongkrak penjualan ritel. Tapi efektivitasnya dipertanyakan.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Sumber: