Knitting Glitch, Menganyam Bunyi dalam Musik Eksperimental di Surabaya

Knitting Glitch, Menganyam Bunyi dalam Musik Eksperimental di Surabaya

Suara beradu, beat berdentum, dan harmoni tak biasa terdengar di halaman Ruangan Samping Headquarters (RSHQ), Surabaya, pada Sabtu malam, 19 Juli 2025. -Subastian-Harian Disway

HARIAN DISWAY - Suara beradu, beat berdentum, dan harmoni tak biasa terdengar di halaman Ruangan Samping Headquarters (RSHQ), Surabaya, pada Sabtu malam, 19 Juli 2025.

Suasana remang yang biasa ditemukan di klub bawah tanah Eropa kini hadir di kota ini, bukan untuk berdansa atau berpesta larut malam, melainkan untuk menyimak dan mengalami eksplorasi suara dalam bentuk paling mentah dan jujur.

Pergelaran musik eksperimental bertajuk "Knitting Glitch: Experimental Music Performance" ini merupakan hasil kolaborasi antara Wisma Jerman Surabaya dan komunitas kreatif Ruangan Samping.

BACA JUGA: 8 Hal Spektakuler dari Konser Perpisahan Black Sabbath, Back to the Beginning

Lewat panggung sederhana, empat musisi lintas latar budaya dan pendekatan dipertemukan untuk menjahit suara-suara yang tak biasa, yang mungkin tidak populer di telinga banyak orang, tapi menyimpan kedalaman dan kebebasan ekspresi.

Salah satu nama yang paling mencuri perhatian adalah Sednoid, alias Konstantin Heuer, musisi asal Leipzig, Jerman. Ia tengah menjalani residensi seni di Solo lewat program Goethe-Institut.

Dalam penampilannya, Konstantin menghadirkan aransemen elektronik eksperimental yang memadukan suara glitch, noise, dan sistem nada dari berbagai belahan dunia.

BACA JUGA: Ozzy Osbourne dan Axl Rose Bertemu Pertama Kali di Konser Black Sabbath, Back to the Beginning

"Di Indonesia, saya melihat banyak keragaman musik yang tersaji dengan sangat alami. Saya rasa, kita perlu benar-benar mendengarkannya," ujar Konstantin dalam sesi bincang selepas pertunjukan.

Ia berharap penonton datang dengan pikiran terbuka untuk merasakan momen-momen magis yang sering muncul secara tak terduga.

Nama panggung Sednoid sendiri lahir dari minatnya pada mitologi Inuit dan benda langit di orbit tata surya. Sebelumnya, ia dikenal dengan nama Tsim Tsum.

BACA JUGA: Dikta Wicaksono hingga Yura Yunita Bikin Konser Malam Hari di Halu Fest 2025 Makin Seru

Lahir dan tumbuh di Leipzig, Konstantin memiliki akar kuat pada musik klasik, belajar piano sejak kecil, dan sempat tergabung dalam band noise rock sebelum akhirnya memilih jalur musik elektronik.

Baginya, komputer murah dan sedikit imajinasi sudah cukup untuk menciptakan suara-suara yang belum pernah terdengar sebelumnya.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Sumber: