Meneguhkan Peran Global: Indonesia di Garis Depan Demokrasi dalam IPSA 2025

Presiden Lee Jae Myung hadir pada pembukaan Kongres Dunia Ilmu Politik yang diselenggarakan oleh International Political Science Association (IPSA), COEX Seoul. Minggu 13 Juli 2025. --Early
Indonesia memperkuat posisinya dalam tataran diplomasi global dengan tampil gemilang di forum International Political Science Association (IPSA) World Congress 2025 di Seoul.
Dengan mengusung panel Panel Indonesia bertajuk: Resisting Autocratization in Polarized Societies: Lessons from Indonesia, Southeast Asia, and Beyond yang mengangkat tema "Democratic Resilience in the Age of Polarization", para akademisi dan praktisi Indonesia menyuarakan pentingnya ketahanan demokrasi dari perspektif negara berkembang.
IPSA World Congress merupakan ajang ilmiah terbesar di bidang ilmu politik yang diadakan setiap tiga tahun, mempertemukan ribuan ilmuwan politik, pembuat kebijakan, diplomat, dan penggiat demokrasi dari seluruh dunia.
BACA JUGA: Intimidasi Opini Publik: Demokrasi yang Terbungkam
Forum ini menjadi ruang penting untuk mengulas tren global, berbagi pengetahuan, dan menguatkan jejaring internasional dalam rangka menjawab tantangan demokrasi kontemporer.
Pembukaan kongres IPSA 2025 di Seoul dihadiri oleh Presiden Korea Selatan terpilih yang baru dilantik, Lee Jae Myung menegaskan bahwa demokrasi dunia sedang menghadapi tekanan luar biasa dari dalam dan luar negeri.
Dalam pidatonya, Presiden Korsel menyatakan, “Demokrasi tidak boleh kita anggap sebagai sesuatu yang permanen. Ia adalah sesuatu yang harus dijaga, dipelihara, dan diperjuangkan setiap hari. Forum seperti IPSA inilah yang memperkuat benteng pertahanan kita bersama.”
Julian Aldrin Pasha (Universitas Indonesia), Mayjend Oktaheroe Ramsi (Universitas Pertahanan), Evi Aryati Arbay dan Rudi Sukandar (LSPR Communication and Business Institute) hadir mewakili Indonesia. --Earbay
BACA JUGA: Bayang-Bayang Militer: Keseimbangan Demokrasi
Presiden IPSA, Prof. Dr. Bertrand Badie sebagai Ketua Penyelenggara turut menambahkan bahwa IPSA 2025 tidak hanya menjadi tempat berbagi pemikiran, tetapi juga sebagai momentum strategis untuk membangun solidaritas global lintas bangsa dalam melawan gelombang autokrasi dan disinformasi yang makin mengkhawatirkan.
Pembukaan panel Indonesia dihadiri langsung oleh Kuasa Usaha Ad Interim/Wakil Kepala Perwakilan RI di Seoul, Ali Andika Wardhana, yang memberikan pidato inspiratif tentang resiliensi demokrasi Indonesia. "Indonesia adalah bukti bahwa inklusivitas dan keberagaman bukan penghalang demokrasi, tapi fondasinya," ucapnya.
Panel ini dipimpin oleh Chair Rudy Sukandar dan Co-Chair Evi Aryati Arbay dari London School of Public Relations (LSPR) Communication & Business Institute berkolaborasi dengan Putri Cendrawasih Raya (PCR).
BACA JUGA: Generasi Muda dan Tantangan Demokrasi Digital di Indonesia
Menghadirkan tokoh-tokoh kunci seperti Dr. Djayadi Hanan (UIII), Dr. Julian Aldrin Pasha (UI), Mayor Jenderal TNI Dr. Oktaheroe Ramsi, dan Dr. Gamze Zengin (Turki). Diskusi berlangsung hangat dan substansial, menyentuh dinamika global termasuk ancaman autokratisasi, disinformasi, dan manipulasi digital.
Mayor Jenderal Ramsi mengurai tajam peran aparat negara dalam demokrasi kontemporer. Ia menyoroti bagaimana hukum dan institusi bisa digunakan sebagai alat dominasi kekuasaan. "Ketika hukum menjadi instrumen politik, kita harus waspada akan kemunduran demokrasi," tegasnya.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Sumber: