Dari Peluncuran Buku Kisah-Kisah Menyentuh Shanghai Cooperation Organization (1): Jauh dari Kesan Diplomasi Kaku

Dari Peluncuran Buku Kisah-Kisah Menyentuh Shanghai Cooperation Organization (1): Jauh dari Kesan Diplomasi Kaku

Peserta peluncuran buku mengambil salah satu buku. Buku tersebut diterbitkan dalam tiga bahasa- Mandarin, Inggris, dan Rusia .-Doan Widhiandono-

Tengok saja, bab pertama. Tentang Luban Workshop, sebuah pusat keterampilan teknik di Tajikistan yang diresmikan Agustus 2022. Namanya diambil dari Lu Ban, tukang kayu terampil yang hidup di Tiongkok 2.500 tahun silam.


Asisten Menteri Luar Negeri Liu Bin.-Doan Widhiandono-

Filosofi praktis itu diterjemahkan jadi ruang belajar teknik modern: las, kelistrikan, konstruksi. Semua dipakai untuk mengerek keterampilan tenaga kerja lokal.

Bangunannya seluas 1.138 meter persegi, rampung hanya dalam 87 hari. Tak main-main, pejabat Tiongkok dari Tianjin Urban Construction Management & Vocation Technology College ikut turun tangan langsung.

’’Wah, tidak menyangka, para pemimpin kita bisa sangat profesional mengelas dan memukul paku,’’ begitu kutipan pekerja yang muncul di halaman 7. Kalimat sederhana. Khas wartawan. 

Yang juga cukup membekas adalah testimoni para pekerja saat menyaksikan peresmian oleh Menlu Tiongkok Wang Yi dan Menlu Tajikistan Sirojiddin Muhriddin. ’’Jantung saya rasanya mau meledak,’’ tulis mereka.


Buku Stories of the SCO in the New Era. -Doan Widhiandono-

Itulah uniknya buku tersebut. Diplomasi tidak hadir dalam bentuk angka-angka kaku. Tidak pula dalam wujud kesepakatan pasal per pasal. Tetapi, diplomasi menyeruak dalam kisah manusia. Lengkap dengan perasaan, tawa, bahkan degup jantung yang berdebar.

Artinya, buku tersebut mengingatkan. Bahwa kerja sama internasional tidak hanya soal meja perundingan. Tapi juga soal bagaimana sebuah bengkel di Tajikistan bisa memberi harapan baru bagi ratusan anak muda.

Kisah Luban Workshop hanya pembuka. Masih ada 17 kisah lain, dari pendidikan, teknologi, hingga olahraga. Semua ditulis dengan gaya yang—bisa jadi—membuat pembaca lupa bahwa itu sebetulnya buku diplomasi.

Di ruangan ballroom St Regis, layar lebar menampilkan cuplikan foto-foto kegiatan SCO. Misalnya bagaimana para tukang di Tajikistan harus diajarkan teknik memasang keramik yang benar. Agar tidak pecah. Agar lurus. Teknik yang oleh para tukang itu disebut: ala Tiongkok.

Buku tersebut memang bukan sekadar kumpulan kisah. Ia juga semacam cermin. Refleksi bahwa diplomasi Tiongkok, lewat SCO, bisa dikenang bukan sebagai jargon. Tetapi sebagai cerita yang bisa dibaca siapa saja. (*)

Kembali Ceria karena Mata Terbuka, baca besok…(*)

 

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Sumber: