Driver Ojol yang Menghadap Wapres Dinilai Glowing: Masak Ojol Pasti Kucel?

Driver Ojol yang Menghadap Wapres Dinilai Glowing: Masak Ojol Pasti Kucel?

ILUSTRASI Driver Ojol yang Menghadap Wapres Dinilai Glowing: Masak Ojol Pasti Kucel?-Maulana Pamuji Gusti-Harian Disway-

Ketiga, ini yang sangat teliti, khusus dari Roy. Bukan sekadar warganet biasa.

BACA JUGA:Pembunuhan Driver Ojol Asal Sidoarjo di Gresik: Pelaku Pancing Korban

BACA JUGA:Ditolong Malah Menthung: Driver Ojol Dibunuh Teman Masa Kecil

Roy: ”Jadi, ada di antara mereka (driver ojol) itu yang bilang, bahwa ’pertemuan ini nanti akan kami kabarkan kepada para taruna’. Ingat, taruna. Bukan driver, ya. Silakan cek video yang beredar. Istilah ini konyol banget. Saya bongkar di sini.” 

Maksud Roy, diksi ”taruna” adalah hal ”konyol banget” bagi kaum driver ojol. Istilah itu lazim digunakan untuk menyebut peserta pendidikan di Akademi Militer atau Akademi Kepolisian. Bukan kelasnya ojol.

Namun, sangat disayangkan. Ketelitian Roy itu terbantahkan oleh wawancara wartawan dengan Koordinator Solidaritas Ojol Solo Raya (SOS) Josafat Satrijawibawa yang sehari-hari akrab dipanggil Jo.

Jo kepada wartawan, Selasa, 2 September 2025: ”Sebutan taruna untuk driver, kalau di Jakarta, Surabaya, Bali, Medan, dan beberapa wilayah yang lain, sudah biasa. Sebutan taruna di sana sering dipakai. Tapi, kalau di Solo Raya, ya biasa kita sebut driver atau ojol saja.” 

Jadi, Roy Suryo mungkin tidak bergaul dengan para taruna ojol di Jakarta. Sebab, barangkali ia terlalu tinggi untuk ukuran ojol. Akibatnya, indikator pembongkaran rahasia penggunaan diksi itu terbantahkan.

Namun, tunggu dulu. Jo belum selesai bicara. Ia dengan semangat tinggi mengkritisi delapan taruna ojol yang ngobrol bareng Gibran itu.

Jo: ”Yang menjadi masalah itu… siapa mereka? Apa kapasitas mereka dan tujuan mereka itu bertemu Gibran?”

Dilanjut: ”Kami, komunitas driver ojol di Solo, tidak mengenal seluruh orang yang bertemu dengan Gibran itu. Siapa mereka? Toh, mereka bertemu dengan Gibran hanya menjadi ’boneka’ saja.”

Kritik dari Jo itu sangat tajam. Ia tentu tidak kenal dengan delapan driver ojol yang bertemu Gibran tersebut. Sebab, delapan orang itu driver Jakarta semua, bukan orang Solo. 

Pun, dari analisis Jo itu, ia juga berkesimpulan bahwa delapan driver ojol itu cuma menjadi ”boneka”. Entah apa maksudnya yang terakhir itu.

Ternyata, kritik dari Jo tersebut menggelepar menjadi komentar tidak penting juga. Sama dengan komen warganet dan yang lainnya. Sayang sekali.

Apakah itu bisa disimpulkan bahwa umumnya orang Indonesia suka bicara hal yang tidak penting?

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Sumber: