Ditemukan 65 Potongan Mutilasi di Mojokerto: Dicacah di Lidah Wetan, Surabaya

Ditemukan 65 Potongan Mutilasi di Mojokerto: Dicacah di Lidah Wetan, Surabaya

ILUSTRASI Ditemukan 65 Potongan Mutilasi di Mojokerto: Dicacah di Lidah Wetan, Surabaya.-Maulana Pamuji Gusti-Harian Disway-

Dikutip dari The Guardian, Sabtu, 12 April 2025, berjudul What happens when love tips over into the infatuated state of ”limerence”?, karya Prof Tom Bellamy, diungkapkan kegilaan asmara yang bisa berubah menjadi kegilaan kebencian pula.

Tom Bellamy, ahli saraf, profesor madya kehormatan di Nottingham University, Inggris. Ia melakukan riset atas pengalamannya sendiri. Ia berusia setengah baya dan sudah berkeluarga. Lalu, ia jatuh cinta kepada cewek teman kerjanya di universitas. Simaklah asmara profesor, demikian:

Bellamy menyebut jatuh cinta sebagai limerence (limerensi). Itu kondisi psikologis intens dan obsesif, saat orang bergairah romantis yang mendalam terhadap orang lain (limerent object). Orang yang jatuh cinta berkeinginan kuat untuk mendapatkan balasan perasaan yang sama dari lawannya. 

Disebutkan, itu bukan jatuh cinta biasa. Tapi, melibatkan pikiran dan fantasi yang terus-menerus terpusat pada orang tersebut. Sering kali tanpa hubungan emosional timbal balik yang seimbang dari lawan. Bisa menyebabkan stres atau perilaku irasional. Mirip kecanduan.

Bellamy: ”Saya tidak pernah benar-benar memikirkan hakikat cinta sampai hal itu menjadi problem hidup saya.”

Dilanjut: ”Sepanjang masa remaja, saya menderita serangkaian cinta yang intens, sebagian besar tak terbalas. Tetapi, saya berasumsi ini adalah penderitaan hasrat yang luar biasa, yang para penyair bekerja keras untuk mengungkapkannya dalam kata-kata.”

Ia, saat menjadi mahasiswa S-3 ilmu saraf tahun 1990-an, bertemu dan jatuh cinta secara mendalam, secara absurd, kepada perempuan yang kemudian menjadi istrinya. 

Bellamy: ”Kami menikmati kebahagiaan bersama –sebuah kisah klasik– dan saya dengan bangga berasumsi bahwa saya akhirnya memahami cinta. Saya puas dengan intuisi saya. Ternyata saya benar untuk waktu yang sangat lama. Saya kemudian punya anak, hidup bahagia.”

Di usia paruh baya, ia tergila-gila pada cewek rekan kerja. Kegilaan yang memuncak saat remaja kembali lagi. Kali ini ada rasa bersalah atas pengkhianatan. Beberapa bulan ia mengalami itu. 

Bellamy: ”Untuk mengatasi godaan, saya menetapkan batasan sederhana: saya tak akan pernah mengungkapkan perasaan saya kepada siapa pun. Saya tak tahu apakah objek limeren saya pernah tahu atau tidak. Saya berusaha sebaik-baiknya menyembunyikannya.”

Lama-lama ia takut ketahuan istri. Juga, membayangkan dahsyatnya kemarahan istri. Lalu, ia mempelajari literatur tentang cinta, dasar neurokimia euforia, dan proses-proses yang mengendalikan kecanduan pada otak. 

Bellamy: ”Ide itu datang ketika saya membaca buku yang kurang dikenal, yang ditulis pada akhir 1970-an oleh psikolog Dorothy Tennov: Love and Limerence, the Experience of Being in Love. Buku itu persis seperti pengalaman saya dengan sempurna.”

Tennov menciptakan istilah ”limerensi” untuk menggambarkan fase awal cinta yang memabukkan, ditandai dengan euforia yang intens, rasa keterikatan emosional yang mendalam, perubahan suasana hati, pikiran yang mengganggu, gairah yang berlebihan, obsesi yang berlebihan, dan hasrat yang tak terkendali terhadap orang lain. 

Bahwa kegilaan asmara bisa berubah menjadi kegilaan kebencian yang sama dahsyatnya.

Akhirnya Bellamy menceritakan perselingkuhan itu kepada istrinya. Istrinya yang juga dokter menanggapi dengan tenang. Istri menyuruhnya berhenti selingkuh. Atau, ada pembalasan dari istri. Sejak itulah penyelewengan Bellamy berakhir. Ia tak mau ambil risiko dahsyatnya kebencian akibat cinta.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Sumber: