Harian Disway di China International Press Communication Center (CIPCC) (22): Panen Gas di Tengah Gurun

Harian Disway di China International Press Communication Center (CIPCC) (22): Panen Gas di Tengah Gurun

KAWASAN PABRIK gasifikasi batu bara Keshiketeng, Mongolia Dalam, yang terlihat bersih.-Doan Widhiandono-

Saat memasuki ruang kontrol utama, kami mendapati sebuah ruangan seluas aula. Layar-layar raksasa memenuhi dinding, menampilkan data produksi, tekanan, dan aliran gas. Di depannya, puluhan komputer tersusun rapi.

BACA JUGA:Siswa ITCC Raih Beasiswa ke Tiongkok (1): Bening Tilu Kejar Cita-Cita Mulia

BACA JUGA:ITCC Lepas 250 Calon Mahasiswa ke Tiongkok, Gelar Sharing Session Knowledge is Power Bersama Dahlan Iskan

Di situ, setiap sif dijaga oleh 78 orang, bekerja bergantian dua sif per hari. Mereka memastikan seluruh operasi berjalan aman dan stabil.

Di sela tur itu, Edi, peserta dari Meulaboh Power Plant di Aceh, bertanya. Ia bertanya penasaran tentang gas-gas yang dihasilkan dari batubara. Terutama ’’gas buang-nya.”

Seorang insinyur menjelaskan bahwa prosesnya menggunakan katalis kimia untuk memisahkan berbagai unsur. Produk akhirnya tidak hanya berupa gas alam, tetapi juga bahan lain yang bisa dimanfaatkan. 

Gasifikasi batubara pada dasarnya adalah proses mengubah batu bara padat menjadi gas sintetis atau syngas. Hasilnya bisa dipakai sebagai bahan bakar maupun bahan baku industri. 


PESERTA PELATIHAN mendapat penjelasan tentang data-data teknis pabrik gasifikasi batu bara.-Doan Widhiandono-

Proses itu dilakukan di dalam reaktor khusus pada suhu sangat tinggi. Sekitar 1.200–1.500 derajat Celsius. Suplai oksigennya dibatasi agar batu bara tidak terbakar sempurna. Karena itu, batu bara justru terurai menghasilkan campuran gas yang berisi hidrogen, karbon monoksida, dan metana. Gas mentah itu kemudian dimurnikan dengan sistem katalis dan pemisahan kimia. Sehingga kotoran seperti tar, sulfur, atau debu bisa dipisahkan lebih dulu.

Dalam metode lama, gasifikasi batubara biasanya menggunakan batu kapur sebagai penyerap belerang. Proses itu memang mampu mengikat sulfur, tetapi hasil sampingnya berupa gipsum dalam jumlah besar yang sulit dimanfaatkan. Selain itu, gas buangan yang dihasilkan relatif masih tinggi sehingga efisiensinya rendah.

Metode modern seperti di Keqi berbeda. Alih-alih memakai batu kapur, prosesnya menggunakan katalis kimia yang memisahkan sulfur, hidrogen, dan amonia . Semuanya bisa dimanfaatkan kembali. Hasilnya, nyaris tidak ada limbah yang terbuang percuma. Setiap unsur batu bara bisa diberi nilai tambah.

Yang terang, sistem modern yang digunakan di Keqi jauh lebih efisien dan ramah lingkungan.

BACA JUGA:4 Pesan di Balik Pamer Senjata Tiongkok dalam Parade Militer

BACA JUGA:Prabowo Jadi Tamu Hari Kemenangan Tiongkok, Bersanding dengan Xi Jinping hingga Putin

Subhan, peserta dari Kalteng Power Plant, tampak terkesan. Menurutnya, Tiongkok termasuk “pemain baru” dalam teknologi gasifikasi batubara. Negara yang lebih dulu mengembangkan metode itu adalah Jepang.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Sumber: