Burden Sharing, Independensi Bank Indonesia, dan Potensi Risiko Fiskal

Burden Sharing, Independensi Bank Indonesia, dan Potensi Risiko Fiskal

ILUSTRASI Burden Sharing, Independensi Bank Indonesia, dan Potensi Risiko Fiskal.-Maulana Pamuji Gusti-Harian Disway-

BANK INDONESIA (BI) dan pemerintah baru saja telah menyepakati skema burden sharing atau pembagian beban untuk pembiayaan program Astacita Presiden Prabowo Subianto. Skema burden sharing tersebut tanpa mencetak uang baru. 

Skema burden sharing merupakan kebijakan sinergi antara pemerintah dan Bank Indonesia (BI) untuk berbagi beban dalam pembiayaan yang dilakukan tahun ini.

Sebagaimana yang telah kita ketahui, skema burden sharing pernah diberlakukan saat pandemi Covid-19 berlangsung. Skema pembiayaan tersebut dilakukan demi memenuhi kebutuhan pembiayaan utang pemerintah dalam menangani pandemi virus korona Covid-19. 

BACA JUGA:Sustainable Fashion dalam FESyar Bank Indonesia 2025 (1): Sesuai Akidah, Stylish, Ramah Lingkungan

BACA JUGA:Bank Indonesia Buka Rekrutmen PCPM 40, Cek Syaratnya di Sini!

Saat itu BI memutuskan memborong surat berharga negara (SBN) senilai Rp439 triliun demi pembiayaan APBN 2021 dan 2022 guna menangani pandemi Covid-19. Besaran pembiayaan BI terbagi menjadi tiga kluster. 

Tahun 2020 BI membeli SBN Rp215 triliun; terdiri atas kluster A (Rp58 triliun) dan kluster B (Rp157 triliun). Lalu, pada 2022, SBN yang akan BI membayarkan SBN yang terdiri dari kluster A (Rp40 triliun) dan kluster B (Rp184 triliun).

Kedua kluster mengacu pada tingkat suku bunga reverse repo BI yang tenornya mencapai tiga bulan. Akan tetapi, BI hanya bertanggung jawab atas bunga kluster A, sedangkan bunga kluster B akan ditanggung oleh pemerintah.

BACA JUGA:Independensi Bank Indonesia Pasca-UU P2SK

 BACA JUGA:Dana CSR Bank Indonesia Disorot, Klaim Satori Soal Komisi XI DPR Jadi Perbincangan

Dengan demikian, skema berbagi beban bersama antara BI dan pemerintah itulah yang dinamakan burden sharing.

Namun, kebijakan burden sharing yang diputuskan sekarang ini akan berbeda jika dibandingkan dengan sebelumnya. 

Kebijakan pembiayaan BI yang sebelumnya pernah diterapkan saat pandemi Covid-19 untuk membiayai kebutuhan penanganan krisis kesehatan dan ekonomi dilakukan dengan pembelian surat berharga negara (SBN) di pasar primer. 

Namun, untuk kali ini BI membeli SBN di pasar sekunder, yakni melalui sektor perbankan. Dalam rilisnya, BI saat ini telah membeli SBN sebesar Rp200 triliun, termasuk pembelian di pasar sekunder dan program debt switching dengan pemerintah sebesar Rp150 triliun. 

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Sumber: