SEA-blings: Solidaritas Generasi Digital ASEAN yang Menguatkan Ojol Indonesia

ILUSTRASI SEA-blings: Solidaritas Generasi Digital ASEAN yang Menguatkan Ojol Indonesia.-Maulana Pamuji Gusti-Harian Disway-
Antropolog lain, Victor Turner (1969), menjelaskan bahwa masa krisis sebagai fase liminal, di mana saat masyarakat berada di antara keteraturan dan kekacauan. Dari ana lahir komunitas, ikatan spontan yang egaliter.
SEA-blings persis seperti itu, sebuah komunitas digital yang lahir tanpa organisasi formal, tanpa kepemimpinan tunggal, tetapi mampu menyatukan warganet Asia Tenggara dalam rasa senasib.
Uniknya, SEA-blings menunjukkan bahwa solidaritas tidak lagi dimonopoli gerakan besar. Ia bisa lahir dari hal-hal sederhana seperti sebuah thread dan aplikasi pesanan makanan. Dalam bahasa digital, sekecil apa pun tindakan bisa menjadi percikan solidaritas.
ENERGI DIGITAL YANG PERLU DIJAGA
Fenomena SEA-blings memperlihatkan wajah baru solidaritas di era digital. Tidak melalui rapat panjang atau spanduk besar, tetapi lewat percakapan di X, unggahan di TikTok, dan berbagai ruang daring. Generasi digital menemukan cara sendiri yang cepat, cair, dan kreatif untuk menyuarakan kepedulian.
Ada yang menganggap aksi itu sekadar ”traktiran online”. Namun, justru di situlah kekuatannya. Tindakan kecil yang dilakukan serentak bisa menjadi dentuman besar.
Seporsi nasi, sebotol air, atau pesan singkat ”untuk dibagi” sanggup menumbuhkan rasa kebersamaan lebih dari seribu slogan. Bagi para ojol, dukungan itu menghadirkan saudara baru, bukan hanya di Indonesia, melainkan juga di seluruh Asia Tenggara.
Solidaritas itu bisa dibaca sebagai pesan bahwa kepedulian tidak selalu datang dari institusi resmi. Saat kebijakan masih mencari jalannya, masyarakat lintas negara justru bergerak memberikan perhatian.
Bukan lewat pidato atau janji, melainkan melalui bantuan nyata. SEA-blings menjadi pengingat bahwa energi solidaritas rakyat dapat melengkapi upaya negara dalam menghadapi masa-masa sulit.
Namun, ada tantangan penting. Dunia digital punya sifat cepat naik, cepat hilang. Hari ini viral, besok bisa lenyap dari linimasa. Energi SEA-blings perlu dijaga agar tidak sekadar jadi arsip tren. Ia harus terus diingat sebagai contoh bahwa solidaritas bisa lahir dari hal-hal sederhana jika ada keberanian untuk peduli.
Fenomena SEA-blings juga memperlihatkan bagaimana ruang digital bisa menjadi tempat terciptanya solidaritas. Apa yang berawal dari sebuah thread dan video sederhana berubah menjadi gerakan yang melibatkan ribuan orang dari berbagai negara.
Respons warganet di X maupun TikTok menunjukkan bahwa rasa senasib bisa muncul meski tanpa pernah bertemu langsung. Hal itu menguatkan suasana kebersamaan, seolah-olah Asia Tenggara sedang duduk di meja yang sama untuk menyemangati Indonesia.
Fenomena SEA-blings menunjukkan bahwa solidaritas bisa hadir dari banyak arah. Di tengah krisis, masyarakat Asia Tenggara menemukan cara sederhana untuk saling menguatkan.
Dukungan lintas negara itu menjadi bukti bahwa saudara baru bisa lahir, bukan karena ikatan darah atau garis keturunan, melainkan karena keberanian kecil untuk berbagi.
Itulah wajah baru solidaritas generasi digital, terbentuk tanpa birokrasi, tanpa batas paspor, tetapi penuh rasa senasib. Solidaritas yang tumbuh dari keberanian dan empati. (*)
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Sumber: