Heboh Pembacokan Sekeluarga Mantan Istri di Pacitan: Pelaku Kabur Masuk Hutan
ILUSTRASI Heboh Pembacokan Sekeluarga Mantan Istri di Pacitan: Pelaku Kabur Masuk Hutan.-Maulana Pamuji Gusti-Harian Disway-
Johan: ”Di awal kedatangan, semua korban masuk IGD. Kami lakukan tindakan gawat darurat. Kemudian, dilakukan CT scan. Dilanjut tindakan untuk luka-luka terbuka. Kami pindahkan ke ruang operasi.”
Dari empat korban, terparah adalah Arga, kena bacokan di wajah. Terparah kedua Miswati, kena bacokan tembus tulang.
Johan: ”Korban yang kena tulang, kami operasi bedah dan ortopedi. Lainnya dioperasi biasa.”
Selasa, 23 September 2024, dua korban sudah boleh pulang. Mereka adalah Eky dan Miskun. Sebaliknya, Miswati masih dirawat di sana.
Johan: ”Satu korban lagi, anak usia 10 tahun, kami rujuk ke RSUD Yogyakarta. Ia membutuhkan penanganan lebih intensif. Kondisinya juga terus menurun. Jadi, perlu tindakan lebih intensif.”
Ia tidak memerinci kondisi luka masing-masing. Ia hanya mengatakan, rata-rata luka sayat benda tajam sekitar 20 sentimeter. Itu luka yang cukup panjang dan dalam.
Sampai Selasa malam, Wawan belum tertangkap. Polisi bersama anjing pelacak terus mengejar. Ia benar-benar berniat menghancurkan keluarga mantan istri, termasuk terhadap anaknya sendiri.
Tindakan brutal Wawan pelampiasan dendam dipicu penolakan rujuk. Dalam teori kriminologi, itu cuma dilakukan orang narsistik yang manipulatif. Pelaku jenis itu selalu berusaha memanipulasi orang terdekatnya (istri atau mantan istri) agar memenuhi keinginannya. Jika ditolak, ia bisa ngamuk sedahsyat itu.
Pria narsistik manipulatif justru berbahaya ketika kepentingan dirinya terganggu. Jika suami, ia pegang kendali penuh atas istri dan anak-anaknya. Untuk mempertahankan kendali, ia memanipulasi korban. Di kasus itu, Wawan yang sudah menceraikan istrinya ingin pegang kendali lagi.
Riset tentang itu dilakukan tim psikolog dari University of Helsinki, Finlandia, pada 2022. Hasil riset mereka dipublikasikan di National Centre for Biotechnology Information, Februari 2023, berjudul Partner violence surrounding divorce: A record-linkage study of wives and their husbands.
Tim periset lima ilmuwan: Elina Einio, Niina Metsa-Simola, Mikko Aaltonen, Elina Hiltunen, Pekka Martikainen.
Hasilnya disimpulkan, risiko menjadi korban kejahatan akibat penyerangan suami atau pria pasangan wanita di Finlandia meningkat justru sebelum pasangan bercerai atau berpisah (bagi yang hidup serumah, tapi tidak menikah).
Dibikin urutan risiko demikian: Bahaya terhadap istri dan anak-anak oleh amukan suami tertinggi terjadi pada setahun sebelum perceraian, jika suami tahu bahwa istri akan menceraikannya. Saat itu suami cenderung melakukan tindak kekerasan terhadap istri dan anak-anak.
Ketika gugatan cerai diajukan istri ke instansi resmi, kecenderungan bahaya bagi istri dan anak-anak meningkat. Puncaknya terjadi pada hari-hari menjelang sidang putusan cerai.
Pada hari putusan cerai, emosi pelaku cenderung turun. Ia tidak melakukan agresi kekerasan terhadap mantan karena ia tahu semua mata (keluarga istri dan polisi) sedang menyorotinya.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Sumber: