Rendahnya Pendidikan Anggota DPR RI: Krisis Representasi Substantif

ILUSTRASI Rendahnya Pendidikan Anggota DPR RI: Krisis Representasi Substantif.-Maulana Pamuji Gusti-Harian Disway-
Yang menjadi pertanyaan fundamental, apakah anggota DPR RI mencerminkan representasi deskriptif atau sudah berhasil mewujudkan representasi substantif? Secara kritis, DPR RI masih inheren dalam dimensi representasi deskriptif dengan tidak melakukan tindakan faktual-positif kepada masyarakat.
MEWUJUDKAN REPRESENTASI SUBSTANTIF DI TUBUH DPR RI
Mewujudkan anggota DPR RI yang berkualitas dan mampu untuk menciptakan representasi substantif secara menyeluruh. Oleh karena itu, ada beberapa mekanisme yang dapat dilakukan untuk dapat mewujudkan hal tersebut.
Pertama, sistem politik dan pemilu harus berani menetapkan standar lebih tinggi. Pendidikan minimal SMA memang sah secara hukum, tetapi apakah cukup untuk memahami kerumitan legislasi dan kebijakan publik?
Jika tidak, setidaknya perlu ada mekanisme capacity building yang memastikan setiap anggota DPR RI dibekali dengan keterampilan analisis, pengetahuan kebijakan, dan etika politik.
Kedua, partai politik harus berhenti menjadikan pencalonan legislatif sebagai ajang transaksional. Rekrutmen caleg yang berbasis pada modal finansial dan popularitas hanya akan melahirkan wakil-wakil yang sibuk mengamankan kepentingan pribadi.
Partai seharusnya membangun kaderisasi yang serius dengan mengutamakan integritas, kapasitas intelektual, dan komitmen publik.
Ketiga, anggota DPR RI itu sendiri mesti terus memperkuat kapasitasnya. Representasi substantif tidak mungkin lahir dari legislator yang malas membaca, enggan berdialog dengan rakyat, atau alergi terhadap data dan riset.
DPR RI yang substantif berarti memanfaatkan pengetahuan, bekerja dengan pakar, dan berani mengkritik pemerintah ketika kebijakan tidak berpihak pada kepentingan rakyat.
Apakah hal itu dapat dilakukan oleh lembaga pemerintah dan partai politik kita? Semoga optimisme dari penulis dan masyarakat rasional dapat didengar sebagai basis refleksivitas untuk mewujudkan tata kelola pemerintahan yang lebih baik. (*)
*) Rafi Aufa Mawardi adalah dosen dan peneliti di Departemen Sosiologi, FISIP, Universitas Airlangga.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Sumber: