Rendahnya Pendidikan Anggota DPR RI: Krisis Representasi Substantif

Rendahnya Pendidikan Anggota DPR RI: Krisis Representasi Substantif

ILUSTRASI Rendahnya Pendidikan Anggota DPR RI: Krisis Representasi Substantif.-Maulana Pamuji Gusti-Harian Disway-

SEBUAH BANGSA yang besar selalu menempatkan pendidikan sebagai aspek fundamental dalam merumuskan kebijakan politik untuk masyarakat. Akan tetapi, hal itu tidak tecermin secara holistik pada ruang parlemen Indonesia yang ternyata tidak merepresentasikan kualitasnya dalam bidang pendidikan.

Laporan Badan Pusat Statistik (BPS) tentang Statistik Politik 2024 memperlihatkan latar belakang pendidikan dari anggota DPR RI. Data itu secara faktual memotret latar belakang pendidikan dari setiap anggota DPR RI yang berjumlah 580 orang dari setiap dapil dan partai politik yang menjabat pada periode 2024–2029.

Data tersebut menunjukkan bahwa anggota DPR RI memiliki latar belakang pendidikan yang sangat beragam. Di antaranya adalah S-1 (155 orang), S-2 (119 orang), S-3 (29 orang), dan SMA (63 orang). Yang menjadi kritik publik, yaitu terdapat 211 anggota DPR RI yang tidak mencantumkan latar belakang pendidikan.

BACA JUGA:Anggota DPRD Wakatobi DPO Pembunuhan: Hasil Kemarahan Rakyat

BACA JUGA:Kepala Daerah Dipilih Anggota DPRD, Demokratis?

DPR RI memiliki fungsi sangat penting untuk melakukan tugas-tugas legislasi, menyetujui anggaran negara (APBN), dan menjalankan pengawasan dalam berjalannya roda pemerintah. Namun, bagaimana jika fungsionalitas DPR RI menjadi tidak maksimal lantaran anggota DPR RI yang tidak memiliki kualitas dan kapabilitas di bidang pendidikan yang baik?

Hal tersebut tentu akan membawa implikasi negatif terhadap masyarakat (umum) dan pemerintah (khusus). Sebagian besar anggota DPR RI tidak memiliki latar belakang pendidikan yang jelas dan menimbulkan potensi untuk melahirkan produk legislasi yang buruk. Apakah realitas itu adalah implikasi logis dari konsep representasi deskriptif?

FUNGSIONALITAS PENDIDIKAN DAN PRODUK KEBIJAKAN BERKUALITAS

Proses demokratisasi selalu mengakomodasi aspirasi masyarakat melalui keterwakilan parlemen dan partai politik. Dalam konteks ini, DPR RI sebagai lembaga negara harus menjalankan fungsi tersebut dengan ditopang oleh sumber daya manusia yang berkualitas. Akan tetapi, data dari BPS di atas tidak menggambarkan hal tersebut.

BACA JUGA:Anggota DPRD Depok Injak Leher Sopir di Teori Boneka Bobo

BACA JUGA:Anggota DPRD Gorontalo Terancam Dipecat PDIP setelah Videonya Viral

Sheridan Dudley (2024) dalam bukunya yang berjudul Politicians and Education Policy: Why It Matters for Whole System Improvement menyatakan bahwa politisi dan pegawai pemerintah yang berpendidikan membawa dampak positif terhadap reformasi birokrasi di tingkat struktural. Dengan begitu, reformasi sistem-struktural ke arah yang positif dapat tercapai.

Buku itu menyoroti tingkat pendidikan, pengetahuan, dan filosofi dari aktor politik memiliki pengaruh terhadap pembuatan kebijakan publik. Oleh karena itu, politisi dan pegawai pemerintah yang tidak memiliki latar belakang pendidikan yang baik memiliki tendensi untuk menciptakan kebijakan yang tidak berkualitas.

Latar belakang pendidikan adalah variabel yang kurang menjadi fokus dan isu kontekstual dalam syarat pendidikan pada calon anggota DPR RI. Hal itu tertuang di dalam Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilihan Umum, Pasal 240 ayat 1. Yakni, syarat pendidikan untuk calon anggota DPR RI adalah tamat SMA, MA, SMK, atau pendidikan lain yang sederajat.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Sumber: