Rendahnya Pendidikan Anggota DPR RI: Krisis Representasi Substantif

Rendahnya Pendidikan Anggota DPR RI: Krisis Representasi Substantif

ILUSTRASI Rendahnya Pendidikan Anggota DPR RI: Krisis Representasi Substantif.-Maulana Pamuji Gusti-Harian Disway-

BACA JUGA:Viral! Anggota DPRD Gorontalo Ngaku Rampok Uang Negara, Langsung Diperiksa Badan Kehormatan

BACA JUGA:Polemik Anggota DPRD Wakatobi Mantan Buron Kasus Pembunuhan, Polisi Disorot soal SKCK

Narasi konstitusional tersebut dianggap melemahkan visi untuk menghadirkan fungsionalitas pendidikan di ruang parlemen. Sebab, DPR RI menjadi lembaga yang seharusnya diisi orang-orang berpendidikan, kompeten, dan berintegritas. Namun, faktanya, anggota DPR RI masih diisi lulusan SMA (63 orang) dan 211 anggota lainnya tidak terdata.

Masyarakat sipil meneriakkan aspirasi untuk menaikkan syarat calon anggota DPR RI dari SMA atau sederajat ke S-1 (sarjana) melalui permohonan Mahkamah Konstitusi (MK). 

Akan tetapi, hal tersebut masih mengalami kendala akibat adanya resistansi partai politik yang menyampaikan keberatan dengan alasan diskriminatif kepada calon anggota DPR RI dari latar belakang pendidikan menengah.

BACA JUGA:Kasus CSR BI, KPK Panggil 3 Anggota DPR RI

BACA JUGA:Tunjangan Dipangkas, Gaji Bersih Anggota DPR RI Kini Rp65 Juta per Bulan

Realitas itu menggambarkan bahwa isu terkait pentingnya latar belakang pendidikan bagi anggota DPR RI tidak menjadi fokus kontekstual-substansial. Oleh karena itu, perlu ada narasi dan aspirasi yang disampaikan secara terus-menerus melalui berbagai platform untuk dapat menggerakkan perubahan narasi konstitusional terkait syarat pendidikan.

REPRESENTASI DESKRIPTIF ATAU REPRESENTASI SUBSTANTIF

Rendahnya pendidikan anggota DPR RI tidak terlalu mendapatkan sorotan yang masif oleh masyarakat umum. Hal itu sangat umum terjadi. Sebab, proporsi pendidikan masyarakat di Indonesia masih tidak merata dan menunjukkan disparitas sosial-ekonomi secara ekstrem. 

Bahkan, hanya 6,82 hingga 10,2 persen masyarakat Indonesia yang lulus dari perguruan tinggi atau S-1.

Hanna Pitkin (1967) dalam bukunya, The Concept of Representation, menjelaskan satu teori penting mengenai dimensi representasi. Secara teoretis, Pitkin menggambarkan bahwa terdapat empat dimensi representasi, yaitu representasi formalistik, representasi deskriptif, representasi simbolik, dan representasi substantif.

Signifikansi anggota DPR RI yang dipilih masyarakat adalah manifestasi dari representasi deskriptif. Representasi deskriptif adalah konsep kesamaan yang dianggap paling ”mirip” atau ”seperti” masyarakat yang diwakilinya. Hal itu sangat koheren dengan tipologi anggota DPR RI dan masyarakat di Indonesia.

Anggota DPR RI yang berpendidikan rendah merupakan gambaran paling sempurna dari wajah masyarakat Indonesia yang juga berpendidikan rendah. Yaitu, lebih dari 90 persen masyarakat Indonesia tidak melanjutkan studinya hingga perguruan tinggi. Akan tetapi, realitas itu dapat memberikan implikasi logis terhadap rendahnya representasi substantif.

Pitkin menggambarkan bahwa representasi substantif adalah upaya dari aktor politik untuk mampu memperjuangkan aspirasi dan kepentingan masyarakat. Alih-alih hanya ”mirip” atau ”seperti”, representasi substantif lebih bersifat komprehensif-positif yang berkorelasi terhadap tindakan faktual (nyata).

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Sumber: