DJKI Dorong Pencatatan Kekayaan Intelektual Komunal sebagai Langkah Awal Pelindungan Defensif

Laina Sumarlina menegaskan pentingnya pencatatan Kekayaan Intelektual Komunal (KIK)-dok.istimewa-
JAKARTA, HARIAN DISWAY - Direktorat Jenderal Kekayaan Intelektual (DJKI) Kementerian Hukum menegaskan pentingnya pencatatan Kekayaan Intelektual Komunal (KIK) sebagai salah satu langkah awal pelindungan hukum terhadap warisan budaya bangsa.
Hal itu disampaikan Analis Kebijakan Muda DJKI, Laina Sumarlina Sitohang saat webinar Obrolan Kreatif dan Edukatif Kekayaan Intelektual (OKE KI), Senin, 6 Oktober 2025. Menurutnyi, pencatatan KIK merupakan instrumen pelindungan defensif yang dapat mencegah pihak asing atau korporasi mengklaim aset budaya Indonesia sebagai milik pribadi.
“Pencatatan bukan hanya sebatas dokumentasi, melainkan bukti hukum otentik yang diakui secara internasional, dengan data ini, Indonesia dapat lebih mudah menggagalkan klaim yang keliru di ranah global,” katanyi.
Senada dengan itu, Pamong Budaya Ahli Pertama Direktorat Jenderal Pelindungan Kebudayaan dan Tradisi, Kemenbud Hery P. Manurung juga menegaskan bahwa pencatatan KIK menjadi penguatan identitas sekaligus sarana diplomasi budaya Indonesia.
BACA JUGA:Apple Kena Gugatan, DJKI Ingatkan Pengembang AI Indonesia Hargai Hak Cipta
Pencatatan kekayaan itelektual menguatkan identitas atas karya tersebut-dok.istimewa-
Ia mencontohkan kasus batik, tempe, hingga motif perak Bali yang pernah diklaim oleh pihak luar negeri. “Tanpa pencatatan, aset budaya hanya diakui secara sosial. Dengan pencatatan, kita memiliki dasar legalitas kuat untuk melindungi sekaligus mengembangkan potensi ekonomi budaya bangsa,” kata Hery.
Hingga kini, sejumlah 2.213 Warisan Budaya Takbenda telah ditetapkan. Rinciannya, 1.222 tercatat dalam Pusat Data KIK. Data tersebut menjadi acuan resmi yang pada akhirnya akan terhubung dengan sistem internasional yang dikelola World Intellectual Property Organization (WIPO).
Selain memberi kepastian hukum, pencatatan KIK juga membuka peluang sistem bagi hasil (benefit-sharing) yang adil jika ada pihak ketiga yang memanfaatkan aset budaya. Dengan demikian, komunitas pemilik tradisi terlindungi dan memperoleh manfaat ekonomi dari kekayaan budaya yang mereka jaga turun-temurun.
BACA JUGA:Tekan Peredaran Barang Palsu, DJKI Perkuat Pengawasan dan Sertifikasi Mal
BACA JUGA:Angelina Sondakh Daftarkan Merk Fesyen Kurang dari 6 Bulan, DJKI Dorong UMKM Segera Daftarkan Merk
DJKI mengajak masyarakat, pemerintah daerah, komunitas adat, serta paguyuban budaya untuk aktif mencatatkan ekspresi budaya tradisional, pengetahuan tradisional, sumber daya genetik, indikasi asal, dan potensi indikasi geografis ke dalam Pusat Data KIK.
Pusat data ini juga dapat diakses oleh masyarakat yang mencari informasi maupun data rujukan melalui laman kikomunal-indonesia.dgip.go.id. “Pelindungan budaya bukan hanya tugas pemerintah, melainkan tanggung jawab bersama,” imbuh Laina. (*)
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Sumber: