Survei KPK dan Potret Karier ASN

Survei KPK dan Potret Karier ASN

ILUSTRASI Survei KPK dan Potret Karier ASN.-Maulana Pamuji Gusti-Harian Disway-

BACA JUGA:Prabowo Naikkan Gaji ASN, TNI dan Polri dalam Perpres 78 Tahun 2025

BACA JUGA:Dugaan Korupsi Kuota Haji 2024: KPK Sita Rumah ASN Kemenag

Sayangnya, di lapangan, sistem merit itu sering hanya berhenti pada wacana. Banyak ASN yang merasa penilaian dan kesempatan karier belum benar-benar adil. 

Sebagaimana ditegaskan dalam Peraturan BKN Nomor 28 Tahun 2020 tentang Penyusunan Rencana Pengembangan Karier PNS yang dicantumkan dalam Buku Pedoman Penyusunan Rencana Pengembangan Karier PNS (Renbangrir) terbitan BKN (2021), pengembangan karier ASN ”harus menjamin keselarasan potensi pegawai dengan kebutuhan organisasi, serta memberikan kepastian arah karier setiap pegawai”. 

Renbangrir sendiri merupakan panduan nasional bagi instansi pemerintah dalam memetakan jalur karier dan pengembangan kompetensi ASN. Artinya, negara sudah memiliki peta jalan yang jelas. Namun, tanpa implementasi yang konsisten, meritokrasi akan menjadi jargon belaka.

BACA JUGA:Eri Bakal Pecat ASN Terima Pungli! Temukan 15 Laporan Warga Surabaya

BACA JUGA:Wali Kota Pasuruan Intsruksikan ASN Peka dan Tidak Pamer Hidup Mewah

SASARAN KINERJA PEGAWAI

Aturan Sasaran Kinerja Pegawai (SKP) ASN didasarkan pada Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 94 Tahun 2021 dan PermenPAN-RB Nomor 6 Tahun 2022 yang mengatur tentang sistem manajemen kinerja ASN. 

Aturan itu mewajibkan setiap ASN untuk menyusun SKP yang memuat rencana kerja dan target yang jelas dan terukur serta menjadi dasar penilaian kinerja tahunan. Penilaian itu mencakup aspek rencana hasil kerja (RHK) dan perilaku kerja.

Secara ideal, SKP dirancang untuk mengukur kinerja ASN secara objektif, berupa target capaian hingga kualitas. Namun, dalam praktiknya, banyak ASN yang mengeluhkan bahwasannya penilaian SKP hanyalah formalitas. 

Hampir semua pegawai mendapatkan nilai ”baik” atau ”sangat baik”, tanpa pembeda nyata antara yang berkinerja dan yang hanya menjalankan rutinitas.

Beberapa penelitian mencatat, banyak pegawai yang belum memahami betul cara menyusun SKP atau penilaian SKP seolah dilakukan secara autopilot (self-assessment), dan komunikasi antara atasan dan bawahan acap kali tidak berjalan optimal. 

Sementara itu, penilaian objektif diharapkan oleh PP Nomor 30 Tahun 2019 tentang Penilaian Kinerja Pegawai Negeri Sipil sebagai pilar utama, tetapi praktiknya rentan masuk angin, terpengaruh banyak faktor nonteknis. 

Itulah yang menyebabkan SKP yang semestinya menjadi alat keadilan justru jadi balok penahan karier.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Sumber: