Membangun Resiliensi Digital Pahlawan Devisa

Yayan Sakti Suryandaru & Angga Prawadika--Harian Disway
BACA JUGA:Polresta Malang Ungkap Penampungan CPMI Ilegal, Dua Tersangka Ditangkap dalam Kasus TPPO
Selama ini, kita terlalu fokus pada remitansi ekonomi (kiriman uang, Red) dan mengabaikan apa yang disebut sebagai "remitansi sosial". Remitansi sosial merupakan aset tak terlihat yang mereka bawa pulang: etos kerja, disiplin, ide-ide baru, dan yang terpenting, paparan terhadap teknologi.
Banyak PMI, bahkan yang bekerja di sektor informal, terbiasa menggunakan gawai canggih dan aplikasi digital untuk berkomunikasi dengan keluarga.
Namun, aset itu sering kali "tidur" atau tidak termanfaatkan secara produktif saat mereka kembali. Pemberdayaan ekonomi gagal karena kita gagal melihat potensi ini.
Transformasi Digital Menjawab Kesenjangan Adaptasi dan Produktivitas
Intervensi melalui pelatihan pemasaran digital menjadi sangat relevan saat kita membedah lebih dalam potensi purna PMI.
Sebuah studi oleh Jamhul Haer dan Tri Mulyaningsih dalam Jurnal Ilmu Sosial dan Humaniora (2023) berjudul Adopsi Teknologi Digital dan Kinerja Wirausaha: Apakah Eks Pekerja Migran Lebih Adaptif dan Produktif? menyoroti sebuah paradoks menarik.
Penelitian mereka menemukan pelaku usaha dari kalangan eks pekerja migran ternyata lebih adaptif dalam mengadopsi teknologi digital dibandingkan pelaku usaha non-migran. Pengalaman mereka di negara maju yang sarat teknologi membuat mereka tidak gagap teknologi.
BACA JUGA:66 Pekerja Migran Indonesia Dideportasi dari Malaysia, Terindikasi Korban TPPO
Namun, studi yang sama menemukan fakta mencengangkan, adaptasi yang tinggi itu tidak berbanding lurus dengan produktivitas usaha. Mereka adaptif menggunakan WhatsApp, Facebook, atau Instagram, namun sebatas untuk komunikasi sosial, bukan untuk strategi bisnis yang terarah.
Terdapat kesenjangan besar antara adaptasi teknologi dan literasi digital produktif. Mereka tahu cara menggunakan aplikasi, tapi tidak tahu cara memanfaatkannya untuk bisnis seperti membuat konten yang menarik, membaca algoritma pasar, mengelola e-commerce, atau membangun branding produk.
Menyadari urgensi ini, sebuah langkah strategis dilakukan di Ponorogo. Para dosen Departemen Komunikasi FISIP Universitas Airlangga (Unair) bermitra dengan Keluarga Besar Buruh Migran Indonesia (Kabarbumi) cabang Ponorogo menggelar edukasi mengenai migrasi aman untuk mencegah TPPO.
BACA JUGA:Polda Bali Bongkar Kasus TPPO di Pelabuhan Benoa Bali
Acara yang berlangsung pada Minggu, 19 Oktober 2025, dengan audiens mantan pekerja migran yang bernaung dibawah Kabarbumi cabang Ponorogo, Jawa Timur, juga memberikan edukasi keterampilan pemasaran digital (digital marketing skill).
Langkah itu menjadi sebuah intervensi krusial. Tak sekadar program pengabdian masyarakat seremonial, melainkan sebuah upaya sistematis untuk mentransformasi kerentanan akut menjadi resiliensi ekonomi yang berkelanjutan di era digital.
Lebih jauh, pemberdayaan ini adalah bentuk evolusi dari survival mechanism yang dibahas oleh Irfan Wahyudi dkk. dalam artikel Survival Mechanism Pekerja Migran Indonesia Purna Tugas (2022).
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Sumber: