Teror Kesejahteraan
ILUSTRASI Teror Kesejahteraan.-Maulana Pamuji Gusti-Harian Disway-
MANTRA kesejahteraan tampaknya memang paling nyaman untuk terus didendangkan menjelang waktu tidur. Mantra itu akan menjadi mimpi indah, tanpa ada satu pun masa yang mampu mewujudkannya.
Apalagi, kesejahteraan rakyat sebagai tujuan bangsa hanya diwakili oleh segelintir orang. Sebongkah harapan rakyat pun tidak mampu meraihnya.
Kegetiran masyarakat itu makin menjadi saat segelintir orang yang ditunjuk rakyat untuk memimpin malah menebar teror. Teror itulah yang pertama bernama keangkuhan tutur.
BACA JUGA:Kemenag Tegaskan Komitmen Peningkatan Kesejahteraan Guru Agama lewat Kebijakan Berkeadilan
BACA JUGA:Di Balik Topeng Singo Barong: Ironi Kesejahteraan Penjaga Tradisi Reog
Wakil rakyat dengan angkuh menyatakan bahwa masyarakat yang bersuara lantang adalah mereka yang punya sifat tolol. Kata tolol merujuk pada sebuah frasa kebodohan yang menjadikannya tidak mampu membedakan kebenaran.
Frasa tolol juga terucap sebagai unjuk kekuatan sang wakil rakyat, bahwa ”aku berkuasa, engkau hanyalah hamba”.
MENTALITAS KAYA
Teror kata yang lain muncul juga sebagai sebuah penundukan ruang publik, berupa seloroh kasta. Frasa ”rakyat jelata” yang terucap oleh wakil rakyat merujuk pada posisi dominan mereka. Rakyat jelata itu kondisi ”kebodohan dan kemiskinan” yang tak layak dibandingkan dengan mereka yang telah bergelimang harta dan takhta.
BACA JUGA:Prabowo Segera Umumkan Dewan Kesejahteraan Buruh, Presiden KSPSI Menolak Jadi Pejabat Negara
BACA JUGA:Profesionalitas dan Kesejahteraan: Spektrum Insan Akademik Kampus
Harta dan takhta telah membutakan mata batin pemimpin. Mereka seakan lupa bahwa mandat kepemimpinan itu tersemat dalam pundak mereka bukan untuk menunjukkan ke-aku-an. Namun, perlu membuktikan bahwa kita adalah bangsa Indonesia.
Bangsa yang terikat oleh rasa satu nusa, satu bangsa, dan satu bahasa. Bangsa Indonesia ini berdaulat sebagai buah laku kebajikan pemimpin dan yang dipimpin. Laku kebajikan itu tidak boleh dicederai oleh nafsu hewani. Nafsu homo homini lupus perlu terarah pada homo homini socius.
Kehidupan penuh keadaban tidak boleh terurai oleh neraka laku bejat pemimpin. Pemimpin itu perlu menjadi teladan. Pemimpin perlu menunjukkan sikap etis di atas elitis. Pemimpin pun tampak perlu menunjukkan mental kaya.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Sumber: