Harian Disway di China International Press Communication Center (CIPCC) (80): Cakrawala dengan Tonjolan-Tonjolan Cantik

Harian Disway di China International Press Communication Center (CIPCC) (80): Cakrawala dengan Tonjolan-Tonjolan Cantik

WILAYAH SUBUR Xichou yang kini menjadi areal penanaman anggur dan kiwi.-Doan Widhiandono-

Rencana itu dimulai pada 2011 dan dirancang untuk dua dekade ke depan (2011–2025). Isinya tak sekadar proyek fisik, tapi peta jalan ekologis dan sosial yang terintegrasi. Fokusnya: air, hutan, lahan, dan manusia.

Pemerintah kabupaten mengalokasikan investasi lebih dari 310 juta yuan atau sekitar 726 miliar. Angka itu sangat besar untuk wilayah yang ’’terpencil’’ seperti Xichou.

BACA JUGA:ITCC Lepas 250 Calon Mahasiswa ke Tiongkok, Gelar Sharing Session Knowledge is Power Bersama Dahlan Iskan

BACA JUGA:Pelepasan 250 Mahasiswa ITCC Diiringi Kesenian Khas Dayak dan Peluncuran Kompetisi Bahasa Mandarin

Salah satu proyek paling menentukan adalah penyimpanan air pegunungan. Selama berabad-abad, warga Xichou bergantung pada air hujan yang cepat hilang ke celah batu. Kini, mereka membangun ratusan waduk kecil dan jaringan pipa yang menjangkau desa terpencil. Air tak lagi sekadar kebutuhan dasar, tapi syarat bagi pertanian modern. Mereka tak lagi menunggu hijan, tetapi mengatur hujan.

Proyek kedua adalah penghijauan lereng curam. Lebih dari 400 ribu mu (sekitar 26 ribu hektare) lahan tandus direstorasi lewat kombinasi tanaman pangan dan hutan produksi. Hasilnya terlihat nyata: rasio tutupan hutan naik dari 25 persen di 1990-an menjadi 55 persen. Erosi tanah menurun drastis. Udara Xichou kini masuk kategori “excellent” dalam indeks kualitas lingkungan Yunnan.

Selain delapan proyek, Xichou juga meluncurkan Sepuluh Target Rakyat (十大民生目标 / shí dà mínshēng mùbiāo). Istilahnya sederhana, tapi isinya menjangkau seluruh sendi kehidupan: air bersih, rumah tahan gempa, sekolah, layanan kesehatan, lapangan kerja, jalan desa, listrik stabil, komunikasi digital, keamanan pangan, dan kebudayaan komunitas. Pendeknya, pemerintah tak hanya ingin warganya hidup, tapi hidup layak.

Contohnya terlihat di kawasan Sanguang (三光). Wilayah itu termasuk yang paling ’’parah’’. Dari 44 kilometer persegi arealnya, seluas 30 kilometer persegi adalah wilayah bebatuan. Ada 257 keluarga dengan 878 jiwa yang tergolong miskin. Mereka semua akhirnya terlepas dari jerat kemelaratan tersebut.


FOTO KENANGAN PERJUANGAN warga Xichou dalam mengubah wilayahnya.-Doan Widhiandono-

Di balik keberhasilan itu ada prinsip yang lebih besar: pembangunan ekologis sebagai dasar kesejahteraan. Presiden Xi Jinping menyebutnya: air jernih dan gunung subur adalah harta tak ternilai (绿水青山就是金山银山 / lǜ shuǐ qīng shān jiù shì jīn shān yín shān).

Xichou menjadikan kalimat itu panduan. Mereka tidak menambang atau menggunduli hutan demi ekonomi cepat. Tapi menanam dan menata agar alam bisa bekerja kembali untuk manusia.

Kini, hasilnya mulai terlihat. Pendapatan per kapita meningkat pesat. Dalam dua dekade, lebih dari 15 ribu keluarga keluar dari kategori kemiskinan. Lahan pertanian produktif naik dua kali lipat. Dan yang lebih penting, Xichou menjadi “laboratorium hidup” bagi kebijakan nasional pengentasan kemiskinan berbasis ekologi. 

BACA JUGA:Purbaya Ingin Gabung Tim Negosiasi Utang Whoosh ke Tiongkok

Dari “tanah mati” menjadi “tanah harapan”, Xichou telah menunjukkan satu hal yang jarang disadari: bahwa pembangunan yang berhasil bukan hanya tentang siapa yang paling cepat tumbuh, tapi siapa yang paling sabar menanam. (*/bersambung)

 

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Sumber: