Sudah Mati pun Masih Hidup di Data Negara, Masalahnya di Mana, Apa Dampaknya?
ILUSTRASI Sudah Mati pun Masih Hidup di Data Negara, Masalahnya di Mana, Apa Dampaknya?-Maulana Pamuji Gusti-Harian Disway-
Untuk itu, diperlukan keseriusan seluruh pemda dalam menyikapi persoalan kematian itu. Pilihannya ada dua, yaitu memberikan punishment berupa denda atau rewards pemberian insentif tunai, pembebasan biaya administrasi pemakaman, dan sebagainya.
MENATA HIDUP DARI PERISTIWA KEMATIAN
Pelaporan kematian mungkin terdengar kaku, tapi sesungguhnya ia berbicara tentang keadilan sosial dan efisiensi negara.
Setiap data kematian yang tercatat dengan benar adalah satu langkah kecil menuju kebijakan publik yang lebih adil. Sebab, anggaran yang seharusnya digunakan untuk orang hidup tidak lagi tersedot untuk data yang sudah mati.
Di sanalah pentingnya melihat UU Adminduk bukan sekadar urusan dokumen, melainkan juga instrumen kebijakan publik. Negara yang serius menata data kematiannya adalah negara yang menghargai hidup warganya dengan kebijakan yang bersih, tepat, dan transparan.
Kematian mungkin akhir dari kehidupan seseorang, tetapi juga seharusnya menjadi awal tertib data negara. Ketika setiap kematian tercatat dengan benar, negara punya cermin yang lebih jernih untuk melihat warganya. Dan, dari situ, kebijakan yang lahir pun bisa lebih akurat, adil, dan manusiawi.
UU Adminduk sudah memberikan jalan. Kini saatnya pemda tak sekadar mencatat, tetapi juga menata ulang cara pandang terhadap data warganya. Sebab, sesungguhnya menertibkan data kematian berarti menertibkan kehidupan kebijakan publik. (*)
*) Andhika Wijaya adalah pengamat kebijakan publik dan demokrasi, Manifesto Ideas Institute.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Sumber: