Apresiasi H. P. Berlage, Angeline Basuki & Tim Lacak Warna Asli Gedung Singa
KACA PATRI ikonik Gedung Singa memperlihatkan gambar dua perempuan beda gaya busana dan beda ras menimang bayi. Di tengahnya duduk malaikat bersayap.-Afif Siwi-Harian Disway-
HARIAN DISWAY - Sebelum mulai merancang pembangunan gedung, biasanya arsitek menyurvei lokasi. Namun, H.P. Berlage tidak begitu. Ia bahkan sama sekali tidak datang ke lokasi sampai gedungnya jadi.
Gedung Singa berdiri gagah menghadap Sungai Kalimas. Fasadnya yang unik selalu menjadi perbincangan. Dua patung singa bersayap karya Joseph Mendes da Costa di depan pintu utama, dan kaca patri bergambar dua perempuan mengapit malaikat bersayap kreasi Jan Toorop menjadi ikon bangunan yang berdiri pada 1902 itu.
Artikel ilmiah Gagasan Pelestarian Gedung Singa di Kota Surabaya melalui Revitalisasi menyebut arsitek Gedung Singa, Hendrik Petrus Berlage alias H.P. Berlage, sebagai suhu.
Ia adalah sosok arsitek paling berpengaruh di Belanda sebelum Perang Dunia I. Ia juga tokoh yang menginspirasi lahirnya arsitektur modern di Belanda.
BACA JUGA:Buka Sementara, Gedung Singa Sajikan Immersive Experience Sejarah Karya Maestro Arsitek H.P. Berlage
BACA JUGA:Oud Soerabaja Hunter: Para Pemburu Bangunan Tua di Surabaya yang Rutin Bersihkan Gedung Singa
Di Indonesia, Berlage punya dua karya besar. Gedung Singa di Surabaya dan Gedung NV Assurantie Maatschappij de Nederlanden di Jakarta. Dulu, Gedung Singa dikenal dengan nama De Algemeene Lijf-en Levensverzekeringsmaatschappij.
Berlage melawat Nusantara pada 1923. Saat itu, Gedung Singa sudah berdiri sekitar 21 tahun. Saat pembangunan berlangsung, Berlage masih menangani proyek bursa efek di Amsterdam.
Meski tak pernah ke Indonesia sebelumnya, Berlage bisa memadukan gaya Nusantara dan Eropa dalam rancangan Gedung Singa.
Gaya Nusantara terlihat pada ornamen di atap bangunan yang mirip dengan motif rumah tradisional Indonesia. “Jadi aslinya Gedung Singa punya ornamen bercorak,” kata Angeline Basuki, editor dan penulis Berlage di Nusantara, kepada Harian Disway pada Senin, 24 November 2025.

ANGELINE BASUKI (kanan) bersama tiga penulis Berlage di Nusantara. Ester van Steekelenburg (paling kiri), Loes van Ipveren, dan Petra Timmer.-Angeline Basuki untuk Harian Disway-
BACA JUGA:4 Golongan Cagar Budaya di Surabaya dan Cara Pelestariannya
BACA JUGA:Cagar Budaya di Pasuruan Terancam Dilepas, Pemilik Ogah Merawat
Bersama tiga temannya, Angie menelusuri jejak Berlage. Mau tak mau, mereka banyak terpapar informasi tentang Gedung Singa. Termasuk, foto-foto Gedung Singa pada zaman dahulu dan arsip-arsip tentang bekas kantor asuransi tersebut.
“Sayangnya arsip gambar dan fotonya hitam putih. Kami penasaran warna aslinya dulu seperti apa. Sebab, di dalam arsip transaksi proyek perusahaan Algemeene, ada pemesanan cat berwarna kuning, hijau, dan biru,” papar Angie.
Dia dan timnya bertekad untuk menelusuri lebih jauh tentang Gedung Singa. Terutama, melacak warna asli bangunan yang berdiri di deretan gedung-gedung bergaya kolonial di kawasan Kota Lama Surabaya tersebut. Angie berharap, saat pemugaran nanti, Gedung Singa bisa dikembalikan ke warna aslinya.
Dalam Berlage di Nusantara yang ditulis Angie bersama Petra Timmer, Ester van Steekelenburg, dan Loes van Iperen, tersirat kemungkinan bahwa Berlage tahu banyak tentang Indonesia dari majalah.
BACA JUGA:Makam Peneleh, Jejak Sejarah Cagar Budaya, Kolaborasi Pemugaran Indonesia-Belanda
Ketika itu, ada majalah yang meliput aktivitas Belanda di koloninya, termasuk dokumentasi di Indonesia.
Buku yang Angie tulis itu juga melibatkan Irma Boom sebagai desainer grafis dan konseptor kreatif. Buku tersebut beredar dalam tiga bahasa. Yaitu, Indonesia, Belanda, dan Inggris.
Dalam menuliskan Berlage di Nusantara, Angie dan tim menjadikan buku Mijn Indische Reis (Perjalanan Hindiaku) yang terbit pada 1931 sebagai rujukan utama.
Namun, buku itu tidak banyak menuliskan tentang Gedung Singa. Dia dan tim pun mencari arsip tentang gedung itu di Amsterdam dan Rotterdam.

BERLAGE DI NUSANTARA dengan judul yang tertulis dalam tiga bahasa (kanan) dan buku yang menjadi rujukannya, Mijn Indische Reis.-Berlage di Nusantara untuk Harian Disway-
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Sumber: