Benturan Danantara
ILUSTRASI Danantara: Lompatan Besar atau Sekadar Mimpi Besar?-Maulana Pamuji Gusti-Harian Disway-
BACA JUGA:Danantara: Lompatan Besar atau Sekadar Mimpi Besar?
GAGAL FOKUS
Program hilirisasi pertanian, perkebunan, dan peternakan Danantara sebenarnya cukup baik. Pangan bersama energi bakal menjadi sektor paling penting di masa depan. Masuknya Danantara di sektor itu bisa menjadi representasi concern pemerintah dalam sektor penting tersebut.
Meski begitu, Danantara harus menghindari benturan langsung dengan usaha rakyat. Usaha yang sebenarnya tidak lagi membutuhkan kehadiran BUMN. Ya, seperti peternakan, perumahan, perhotelan, dan banyak sektor yang rakyat atau swasta sudah masuk di sana.
Danantara seharusnya fokus pada sektor yang swasta enggan masuk karena berisiko tinggi. Di Jawa Timur, misalnya, ada problem klasik tentang terus menurunnya sektor pertanian. Kini pertanian hanya berkontribusi sekitar 11 persen terhadap PDRB Jawa Timur. Jauh di bawah industri manufaktur yang berkontribusi hingga 31 persen terhadap PDRB dan perdagangan (19 persen).
BACA JUGA:BPI Danantara: Lembaga Pengepul Dana atau Birokrasi Investasi Baru?
Sementara itu, dari sisi tenaga kerja, justru lebih dari 30 persen penduduk Jawa Timur bekerja di sektor pertanian. Sekitar 30 persen penduduk memperebutkan kue pertanian yang hanya 11 persen.
Solusi yang paling tepat sebenarnya adalah industri manufaktur berbasis pertanian. Masalahnya, itu memerlukan investasi besar dengan risiko cukup tinggi sehingga sulit mengharapkan swasta. Di sanalah seharusnya Danantara berinvestasi. Dengan dana besar yang dimiliki dan profesionalisme yang dianut, Danantara pasti bisa mengembangkan.
Hilirisasi seperti itulah yang layak bagi Danantara. Bukan masuk ke sektor hulu peternakan yang berhadapan dan bersaing langsung dengan usaha rakyat. Mantan Presiden Soeharto dulu tegas melarang para konglomerat membuat peternakan-peternakan besar karena akan mematikan usaha rakyat.
Danantara perlu fokus melakukan hilirisasi pertanian, perkebunan, dan peternakan yang berorientasi pada pasar global. Contoh saja yang dilakukan Ratan Tata dari India. Awalnya Ratan Tata adalah produsen teh asal India yang memasok ke Inggris.
Setelah konsisten menjadi pemasok utama selama 25 tahun, pada 2000 Ratan mengakuisisi Tetley, distributor terbesar kedua Inggris. Kini Tata menjadi penguasa distribusi teh di Inggris dan Eropa pada umumnya.
Bagaimana Malaysia menguasai pasar oleokimia juga bisa dicontoh. Ketika harga komoditas pertanian jatuh pada 1980, Malaysia melakukan investasi besar-besaran di research and development (R&D) pertanian. Tahun 1995 dana R&D pertanian per kapita Malaysia telah melampaui Amerika Serikat.
Malaysia melakukan riset hilirisasi produk sawit hingga turunan-turunannya untuk berbagai produk. Mulai oleokimia, kosmetik, hingga farmasi. Hasilnya, saat ini Malaysia menguasai pasar oleokimia global. Sementara itu, Indonesia yang merupakan produsen kelapa sawit terbesar dunia hanya menguasai pasar oleokimia global 15 persen.
Ya, Danantara tidak boleh gagal fokus. Harus lebih berorientasi pada kedalaman, bukan keluasan. Masuk ke satu sektor secara mendalam hingga masuk dan menguasai pasar global, daripada masuk ke banyak sektor tanpa hasil jelas.
Dengan dana yang sangat besar, Danantara juga bisa membantu pemerintah daerah dalam mempercepat pembangunan. Banyak pemerintah daerah yang memiliki kapasitas fiskal yang terbatas sehingga tidak mampu membangun infrastruktur dengan cepat. Surabaya, misalnya, meski memiliki APBD cukup besar, yakni Rp12,1 triliun, sulit menganggarkan dana besar untuk infrastruktur.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Sumber: