AMMI: Kasus Ira Puspadewi Berpotensi Pelanggaran HAM oleh Aparat Hukum

AMMI: Kasus Ira Puspadewi Berpotensi Pelanggaran HAM oleh Aparat Hukum

ALI Yusuf S.H., pendiri AMMI (kanan).-DWO-

”Aneh, KPK berdalih mengusut kasus dugaan korupsi Ira dkk karena menerima hasil audit BPKP. Sebaliknya, BPKP membantah mengaudit dugaan korupsi tersebut. Bahkan, BPKP mengeklaim hanya me-review terkait akuisisi ASDP. Kalau bantahan BPKP benar, Ira dkk ditahan dan didakwa korupsi oleh hasil persepsi penyidik yang abai prinsip-prinsip HAM,” tegas Ali.

Sebelumnya, Pelaksana Tugas Deputi Penindakan dan Eksekusi KPK Asep Guntur Rahayu mengatakan bahwa pengusutan kasus korupsi akuisisi ASDP bermula dari hasil audit BPKP. Hasil audit itu diberikan kepada KPK untuk analisis dugaan korupsi dalam proses akuisisi PT Jembatan Nusantara pada 2021. 

”Berbekal dari adanya hasil audit itu, kami lakukan pendalaman penyidikan, seperti itu,” kata Asep Guntur Rahayu di Gedung Merah Putih KPK, Jakarta Selatan, 24 November 2025.

BPKP lewat juru bicaranya, Gunawan Wibisono, membantah. BPKP tidak pernah melaporkan dugaan korupsi akuisisi ASDP ke KPK. Tapi, hanya memberikan hasil review aksi korporasi ASDP dalam akuisisi PT Jembatan Nusantara pada 2021.

”Hasil review tersebut disampaikan kepada ASDP selaku entitas yang meminta review dari BPKP pada tahun 2022 sebagai bahan melakukan perbaikan atau penguatan governance, risk and control (GRC) dalam proses akuisisi,” ujar Gunawan Wibisono, Jumat, 28 November 2025.

Gunawan mengakui, KPK pernah minta BPKP menghitung kerugian keuangan negara dalam perkara korupsi ASDP pada 2024. Selanjutnya, komisi antirasuah itu memilih menghitung soal kerugian keuangan negara melalui tim akuntan forensik internal KPK.

”Penentuan unsur kerugian negara yang dilakukan tim akuntan forensik internal KPK berpotensi penyalahgunaan wewenang (abuse of power, Red),” tegas Ali, yang pernah menjadi kuasa hukum pejabat Kemenkes saat ditahan KPK, sebagai tersangka juru bayar perkara korupsi penggelembungan harga alat pelindung diri (APD) Covid-19. 

ABUSE OF POWER LANGGAR HAM

Menurut Ali, abuse of power lembaga hukum superbodi itu sangat berpotensi pelanggaran hak asasi manusia (HAM) terhadap warga negara yang ditahan dan diajukan ke pengadilan tipikor. Khususnya, tuduhan tindak pidana korupsi yang tanpa unsur audit kerugian negara yang dapat dipertanggungjawabkan secara objektif dan profesional. 

Hal tersebut, kata Ali, seperti yang didakwakan terhadap Ira dkk telah merugikan negara Rp1,2 triliun. Fakta persidangan, Ira meyakinkan bahwa akuisisi tersebut justru menguntungkan negara karena mendapatkan 53 kapal dengan izin operasi. Bahkan, di kasus Ira dan dua terdakwa lainnya, tidak ditemukan bukti menerima uang dari hasil akuisisi. 

”Kasus Ira dkk ini dalam kajian AMMI, mengingatkan nasib nahas yang juga menimpa pejabat BUMN lainnya seperti mantan Direktur Utama PLN Batubara Khairil Wahyuni. Tragis lagi, pejabat BUMN itu telanjur dijebloskan ke penjara dua tahun, setelah vonisnya inkrah di Mahkamah Agung,” ungkap Ali. 

Menurut Ali, fakta persidangan terungkap, Khairil ditahan penyidik di jajaran Kejaksaan Agung hanya didasarkan hasil laporan subjektif pihak-pihak di satuan pengawasan internal (SPI) PT PLN (Persero). Padahal, lembaga independen eksternal seperti Delloitte dan Price Water House Covers ((WC) sudah melakukan audit, baik audit kepatuhan, kinerja, maupun keuangan. Hasilnya pun menyimpulkan wajar tanpa pengecualian (WTP). 

”Proses audit tersebut, termasuk mengaudit kerja sama proyek pemasok batu bara antara PLN Batubara dan PT TME yang jadi objek perkara korupsi yang didakwakan kepada Khairil Wahyuni,” ungkap Ali.  

Dalam fakta persidangan, justru terungkap kerja sama itu diaudit Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) RI dengan rekomendasi proyek dilanjutkan. Sebab, pasarnya jelas dan berpotensi menguntungkan negara. Namun, direksi PT PLN (Persero) sebagai induk PLN Batubara tidak melanjutkan. Jajaran direksi yang kontra Khairil justru menyerahkan ke Kejaksaan Agung untuk diproses dan ditahan serta dijerat pidana Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Tipikor.

”Penyelesaian kasus tipikor yang didasarkan pada hasil laporan internal itu sangat rawan dimanfaatkan orang-orang yang memperalat aparat penegak hukum untuk menjegal orang lain. Apalagi, jika ada persaingan jabatan tertentu di BUMN. Termasuk, yang bermuatan politik seperti kasus Tom Lembong,” ungkap Ali.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Sumber: